Rabu, 18 Februari 2009

BELAJAR DENGAN TEKNOLOGI MENUJU MASYARAKAT BERPENGETAHUAN

BELAJAR DENGAN TEKNOLOGI MENUJU MASYARAKAT BERPENGETAHUAN

Perkembangan
Teknologi begitu cepat dan pesat, apalagi teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). Perkembangan itu merambat juga ke dalam dunia
pendidikan Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
pula perkembangan teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran yang
ada di sekolah-sekolah.
Selama
ini para teknolog pendidikan telah cukup berhasil memberikan kontribusi
dengan dilembagakannya berbagai konsep, prinsip dan prosedur, teknologi
pendidikan dalam pembangunan pendidikan dan pengembangan sumber daya
manusia pada umumnya. Sistem pendidikan terbuka, pendidikan jarak jauh,
belajar berjaringan, konsep pembelajaran, prinsip pendidikan yang
berfokus pada peserta didik (learner centered), prinsip pendekatan dari bawah (bottom up approach)
dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran, prosedur, dalam pelaksanaan
pembelajaran, telah dikukuhkan dalam ketentuan perundangan. Hal ini
justru merupakan tantangan bagi para teknolog pendidikan untuk mampu
melaksanakan dan mengembangkan berbagai konsep, prinsip, dan prosedur
tersebut.
Namun
harapan terkadang tak sesuai dengan kenyataan. Setiap kita memandang
potret Pendidikan di Indonesia, maka setiap saat pula kita dapatkan
kenyataan bahwa akses masyarakat ke epicentrum pengetahuan
belumlah merata apalagi memuaskan. Masih banyak anak usia sekolah (7-12
tahun) yang belum dapat menikmati Pendidikan dasar 9 tahun (dibawah
80%), tidak meratanya penyebaran sarana dan prasarana
Pendidikan/sekolah (belum terjangkau infrastruktur listrik ataupun
telekomunikasi), tidak seragamnya dan masih rendahnya mutu Pendidikan
di setiap jenjang sekolah (nilai UN dan tingkat kelulusan UN masih
rendah), rendahnya persentase jumlah Guru yang memenuhi standar (27%),
dan rendahnya tingkat pemanfaatan produk teknologi sebagai alat bantu
pengajaran serta lemahnya optimalisasi TIK di sekolah.
Meskipun
tidak semua potret pendidikan tersebut buram, namun ini adalah
kenyataan sekaligus tantangan yang harus kita hadapi dan selesaikan
bersama untuk memenuhi amanat Bab XIII Pasal 31 Amandemen Ke-4 UUD 1945.
Untuk mengurangi kesenjangan pendidikan (educational divide)
tersebut, pemerintah, dalam hal ini Depdiknas melalui sejumlah inisiasi
dan inovasi terus menerus menggalang komitmen pendidikan nasional dan
internasional berupa: pendidikan untuk semua (education for all), pembelajaran sepanjang hayat (life long learning), dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development). Melalui ketiga komitmen tersebut diharapkan proses pembangunan masyarakat berpengetahuan (knowledge society) dan ekonomi berbasis sumber daya manusia yang kreatif (creative economy) akan berjalan baik dan lancar sesuai dengan harapan kita semua.

Berbagai produk pun telah diciptakan agar membantu para guru dalam memberikan pengajaran dengan mudah kepada para peserta didik.

Untuk
itu, dalam makalah ini akan dihimpun pendapat para ahli dan juga
sumbangan pemikiran dari penulis sebagai seorang kepala sekolah tentang
bagaimana belajar dengan teknologi menuju masyarakat berpengetahuan,
penggunaan produk teknologi dan aplikasinya dalam dunia pendidikan
kita, khususnya sekolah yang menjadi pusat sumber belajar bagi siswa.


Sebelum
penulis melakukan Pembahasan rinci tentang produk teknologi sebagai
alat bantu pengajaran serta keahlian yang diperlukan oleh guru sebagai
pengguna, maka alangkah baiknya kita memahami dulu tentang belajar
dengan menggunakan teknologi dalam rangka menuju masyarakat
berpengetahuan.

Paradigma Masyarakat Berpengetahuan

Menurut
Kepala Pustekkom Depdiknas, Ir. Lilik Gani, Phd, dalam makalahnya di
Kongres VI dan Seminar Nasional Ikatan Profesi Pendidikan Teknologi
Pendidikan (IPTPI) tanggal 28 Agustus 2008 di Kampus A UNJ Rawamangun
Jakarta Timur, ada 3 sasaran atau tujuan dari paradigma knowledge society di Indonesia. Pertama, untuk menyediakan akses Pendidikan yang seluas-luas kepada seluruh masyarakat (to provide adequate and equitable access to education for all citizens)
yang pada muaranya akan mendorong peningkatan angka partisipasi belajar
masyarakat di semua jenjang Pendidikan. Kedua, untuk meningkatkan
kualitas, daya kompetisi dan relevansi Pendidikan (to improve quality, competitiveness, and relevance of education) bagi setiap insan Indonesia di percaturan nasional maupun internasional. Ketiga, untuk meningkatkan tata kelola Pendidikan (to improve governance in education) yang akuntabel, baik secara administratif maupun edukatif.

Pembangunan
masyarakat berpengetahuan di Indonesia bukan saja menjadi komitmen
Depdiknas, namun telah menjadi komitmen semua departemen dan lembaga
pemerintah yang bersentuhan langsung kepada kesejahteraan rakyat
termasuk juga sekolah negeri yang dibiayai oleh depdiknas. Dengan
kolaborasi antar berbagai lembaga, maka diharapkan proses pencerdasan
masyarakat yang: melek dan cakap memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi serta media (ICT and media literacy skills), cakap berfikir kritis (critical thinking skills), cakap memecahkan permasalahan (problem-solving skills), cakap berkomunikasi secara efektif (effective communication skills), dan cakap bekerjasama secara kolaboratif (collaborative skills) dapat segera terwujud merata di seluruh nusantara.

Selain hal di atas, indikator lingkungan masyarakat berpengetahuan adalah sebagai berikut :

¨ Kritis, kondusif dan adaptif terhadap berbagai perubahan

¨ Siap menghadapi globalisasi (kompetisi,perubahan, profesional)

¨ Adanya Dukungan dan komitmen yang maksimal dari pemerintah dalam penerapan/pemanfaatan teknologi pada berbagai bidang/aspek guna kelancaran ,efisiensi & efektifitas berbagai urusan masyarakat

¨ Minat belajar,inovasi, kreatifitas yang tinggi & wawasan yang luas

¨ Banyaknya menghasilkan karya karya cipta kreatif & inovatif

Pandangan orang-orang bijak tentang perlunya masyarakat berpengetahuan di era global adalah;

• Kekuatan Otak (brain power) lebih berperan dari pada

Kekuatan Otot (brute power) (Anthony Robin)

• Sumber daya ekonomi tidak lagi muncul dari kekayaan alam tetapi dari kekayaan pola pikir (Jhon Schuly).

• Tidak ada negara/perusahaan yang bangkrut, yang ada hanyalah tersingkir karena tidak mampu mengikuti tuntutan perubahan (Peter Drucker).

• Know more (mengetahui lebih banyak) lebih berperan

dari pada have more (mempunyai lebih banyak)-(Brian Tracy).


Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan Indonesia

Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai salah satu produk teknologi
Pendidikan yang mendominasi dunia pendidikan saat ini berpotensi kuat
untuk: (1) memperluas kesempatan belajar bagi masyarakat, (2)
meningkatkan efisiensi di dalam proses pembelajaran, (3) meningkatkan
kualitas belajar peserta didik, (4) meningkatkan kualitas mengajar para
pendidik, (5) memfasilitasi pembentukan keterampilan siswa dan
pendidik, (6) mendorong masyarakat untuk belajar sepanjang
hayat/berkelanjutan, (7) meningkatkan perencanaan kebijakan dan
manajemen yang strategis, dan (8) mengurangi kesenjangan digital
masyarakat.
Pustekkom
(Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai penyelenggara TIK
Depdiknas telah menghadirkan serta menyelenggarakan beberapa alternatif
teknologi Pendidikan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang
senantiasa mengikuti arus utama perkembangan industri konten kreatif.
Industri konten kreatif merupakan industri-industri yang
berangkat dari kreativitas individual, keterampilan dan bakat yang
memiliki potensi untuk menciptakan pekerjaan dan kekayaan melalui
produksi dan eksploitasi. Dari 14 lingkup industri konten kreatif,
Pustekkom memilih lingkup: (1) Desain Grafis/Web, (2) Film dan
Video, (3) Software (CD/DVD) Interaktif, (4) Pencetakan, (5) Software
Aplikasi/Konten dan Layanan (Jejaring) Komputer, dan (6) Televisi dan
Radio sebagai lingkup teknologi Pendidikan berskala nasional yang mudah
dan murah diakses oleh masyarakat.
Pengembangan
konten kreatif untuk pembelajaran ini senantiasa melibatkan unsur Guru
sebagai pengembang materi (substansi), pakar teknologi Pendidikan
sebagai pengkaji materi, dan tim spesialis media pembelajaran Pustekkom
sebagai pengkaji media. Dengan pola pengembangan konten seperti ini
diharapkan produk-produk Pustekkom makin layak dan berterima di
masyarakat, khususnya di sekolah-sekolah dasar dan menengah.
Sebagaimana adanya tuntutan teknologi yang ramah lingkungan, teknologi
Pendidikan juga kita harapkan ramah kepada Peserta Didik, ramah kepada
Pendidik, ramah kepada orang tua Peserta Didik, dan arif kepada budaya
serta bahasa lokal. Teknologi Pendidikan (TP) yang ramah kepada Siswa
adalah teknologi yang aman, mencerdaskan dan menjamin bahwa Siswa dapat
menerima pengalaman belajar yang menyenangkan dan merangsang
kreatifitas yang tanpa batas. TP yang ramah kepada Guru dapat berwujud
infrastruktur, aplikasi dan konten yang aman dan mendorong kreativitas
Guru (Pendidik) untuk berinovasi di dalam proses pembelajaran di kelas
maupun di luar kelas, sinkronus maupun asinkronus. Sedangkan TP yang
ramah kepada orang tua Siswa adalah teknologi yang dapat mendorong
empati (kepedulian) atau peran serta aktif di dalam memantau
perkembangan prestasi belajar putra-putrinya. Adapun Teknologi
Pendidikan yang arif kepada budaya dan bahasa lokal di Indonesia yang
sangat majemuk diharapkan dapat menjadi prolog untuk menyiapkan
masyarakat agar siap menerima wawasan dan pengetahuan baru. Hanya saja
yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah bagaimanakah para
guru dapat menjadikan produk teknologi sebagai alat bantu pengajaran
serta keahlian yang diperlukan oleh guru sebagai pengguna.
Banyaknya
produk teknologi mengharuskan guru untuk belajar teknologi tersebut
melalui training-training atau pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan
oleh depdiknas. Namun pelaksanaannya masih belum menyebar dan merata
sehingga membuat para kepala sekolah melakukan terobosan dengan
melakukan pembinaan sendiri dengan biaya mandiri. Adanya pembinaan
jelas sabngat diperlukan agar para guru memahami benar tentang
pemanfaatan produk teknologi yang dipelajarinya. Sehingga setelah
pelatihan atau training para guru dapat mengembangkan sendiri dan
diharpakan juga dapat menciptakan sendiri media pembelajarannnya.

Digital Native vs Analog Native

Seperti
halnya masyarakat di negara-negara berkembang lainnya yang sangat cepat
mengadopsi dan mengadaptasi perkembangan TIK termutakhir, saat ini
secara sadar kita dapat menerima fenomena Digital Native vs Analog Native. Digital Native
adalah generasi yang sejak mereka dilahirkan sudah akrab dengan
komputer desktop/laptop pribadi, internet, kamera digital, camcorder
digital, telepon seluler, mp3 player, mp4 player, game portable, dan
gadget lainnya. Mereka adalah generasi yang pada umumnya lahir pada
tahun 1990-an yang juga merupakan dekade emas industri komputer dengan
segala infrastruktur, aplikasi dan konten yang mengikutinya. Mereka
tidak memerlukan pendidikan dan pelatihan khusus untuk dapat
mengoperasikan komputer, internet atau gadget yang dapat mereka
jangkau. Karenanya tanpa bimbingan orang dewasa (Guru atau orang tua),
maka banyak kita temukan penyalahgunaan komputer, internet dan gadget
di kalangan Siswa sehingga menjerumuskan dan menistakan diri mereka
sendiri secara moral dan etika. Itulah contoh negatif dari pemanfaatan
teknologi.
Sebaliknya Analog Native
adalah generasi yang dilahirkan pada masa teknologi informatika dan
telekomunikasi masih bekerja secara analog dan memerlukan manual untuk
mengoperasikannya. Para Guru kita umumnya lahir dan tumbuh di masa
pengiriman sepucuk surat berbilang hari atau minggu untuk sampai di
alamat tujuan. Meskipun pada masa tersebut sudah tersedia pesawat
telepon, televisi dan radio, namun karena terbatasnya sumber daya
informasi, maka informasi maupun pengetahuan yang kita terima cenderung
seragam dan searah. Meskipun demikian, nyaris tidak kita temukan
penyalahgunaan teknologi dalam peri kehidupan masyarakat Indonesia di
dekade 1970-1980-an.
Sekolah harus dapat memandang kedua generasi yang sekaligus mewakili Guru dan Siswa ini dapat dipertemukan di
dalam proses belajar-mengajar yang harmonis. Tentunya ada subjek dan
objek yang berperan secara aktif, dinamik dan interaktif di dalam ruang
belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru dan Siswa
sama-sama dituntut untuk membuat suasana belajar dan proses transfer of knowledge–nya
berjalan menyenangkan serta tidak membosankan. Oleh karena itu penataan
peran Guru & Siswa di dalam kelas yang mengintegrasikan TIK di
dalam pembelajaran perlu dipahami dan diperankan dengan sebaik-baiknya.
Dalam
konsep Pendidikan maju Abad 21 yang mengedepankan pembelajaran berbasis
elektronik (e-Learning) yang berazas paralelisme, kini peran Guru tidak
hanya sebagai sebatas pengajar, namun sekaligus harus dapat berperan
sebagai fasilitator,
kolaborator, mentor, pelatih, pengarah, dan teman belajar bagi Peserta
Didik atau siswa. Karenanya Guru dapat memberikan pilihan dan tanggung
jawab yang besar kepada Siswa untuk mengalami peristiwa belajar. Dengan
peran Guru sebagaimana dimaksud, maka peran Siswa pun mengalami perubahan, dari partisipan pasif menjadi partisipan aktif yang banyak menghasilkan dan berbagi (sharing)
pengetahuan/keterampilan serta berpartisipasi sebanyak mungkin
sebagaimana layaknya seorang pakar. Disisi lain Siswa juga dapat
belajar secara individu, sebagaimana halnya juga kolaboratif dengan
Siswa lain. Karena itu, guru juga harus dapat mengarahkan siswa untuk
tidak hanya menggunakan produk teknologi tetapi juga menciptakan produk
teknologi untuk menggantikan cara-cara yang tradisional menjadi modern.
E-Learning,
adalah salah satu produk teknologi yang potensial dalam menggantikan
cara mengajar konvensional. E-Learning bukanlah sebuah teknologi baru,
namun pada kenyataannya belum banyak diterapkan. E-learning merupakan
salah satu alternatif cara belajar-mengajar yang lebih efektif dan
efisien. Penggunaan email, web-based education, online chat, maupun
audioconference, diyakini dapat membantu proses pembelajaran jarak jauh
(distance learning).E-Learning adalah salah satu cara untuk mewujudkan proses belajar mengajar dengan dukungan teknologi

Akan
tetapi banyak muncul pertanyaan dari para pengajar, baik guru maupun
dosen, apakah pembelajaran tanpa tatap muka dapat berlangsung efektif?
Penelitian membuktikan bahwa pembelajaran tanpa tatap muka dapat
se-efektif instruksi tatap muka atau konvensional, jika menggunakan
metoda dan teknologi yang sesuai dengan tugas-tugas secara instruksi,
ada interaksi antar siswa, dan interaksi antara guru dan siswa,
termasuk para siswa memberikan masukan atau feedback kepada gurunya.
Faktor
lain yang cukup menentukan adalah tersedianya perangkat teknologi dan
infrastruktur yang memadai, serta diperlukan perencanaan dan
administrasi yang matang. Oleh karena itu, diharapkan peran serta dari
berbagai pihak dalam mengembangkan e-learning sebagai salah satu produk
berbasis teknologi.
Untuk
mendukung sistem e-Learning, maka Manajemen Sekolah, Guru dan Siswa
harus memahami 9 (sembilan) prinsip integrasi TIK dalam pembelajaran
yang terdiri atas prinsip-prinsip:
1. Aktif:memungkinkan Siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna.

2. Konstruktif:
memungkinkan Siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau
keinginantahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
3. Kolaboratif:memungkinkan
Siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama,
berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan
untuk sesama anggota kelompoknya.
4. Antusiastik: memungkinkan Siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

5. Dialogis:
memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses
sosial dan dialogis dimana Siswa memperoleh keuntungan dari proses
komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.
6. Kontekstual: memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan "problem-based atau case-based learning"

7. Reflektif:memungkinkan
Siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa
yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu
sendiri.
8. Multisensory:memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik.

9. High order thinking skills training:memungkinkan
untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem
solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga
meningkatkan "ICT & media literacy".

Teknologi Mutakhir untuk Pendidikan

Perkembangan
teknologi pendidikan semakin hari semakin memudahkan dan menyenangkan
pembelajaran di kelas maupun laboratorium. Setidaknya ada 2 teknologi
baru yang dapat kita perkenalkan, ujicoba dan implementasikan di
sekolah-sekolah yang secara infrastruktur telah siap dan memiliki SDM
yang layak.
Pertama,
aplikasi e-Learning Class yang memungkinkan seorang Guru mengelola
kelas dan proses belajar-mengajar secara mandiri dengan memanfaatkan
sebuah komputer sub-notebook yang terkoneksi intranet nirkabel dengan
beberapa laptop Siswa (di dalam kelas tertutup maupun kelas terbuka),
sekaligus terkoneksi internet dengan server konten pembelajaran di
lokal, regional, nasional, maupun global. Dengan fasilitas Pen Tool,
maka setiap Siswa dapat melihat apapun yang ditulis atau dilukis oleh
Guru dari layar monitor laptop masing-masing. Interaktifitas dengan
Siswa dapat dilakukan melalui fitur Monitor, Remote Control, Screen
Broadcast, Pen Tool, Student Demonstration, Silence, Net Movie, File
Distribution, dan sebagainya. Hal lain yang patut kita cermati pula,
bahwa suatu saat karena semua buku pelajaran teks elekronik (e-Book)
dapat tersimpan rapi di harddisk laptop Siswa, maka Siswa tidak perlu
lagi membawa buku dalam jumlah banyak dan berat di dalam backpack atau
tas sekolah-nya. Inilah sistem Mobile Learning yang sesungguhnya.
Kedua,
Digital Exploration Labs System yang terdiri atas PC, Data Logger,
Sensor, Labs Software, Experiment and Accessories, Lab Manual, dan
Design of Exploratory Lab Manual. Perangkat berikut software aplikasi
yang sanggup men-digitalisasi proses kalibrasi ini dapat dimanfaatkan
di Laboratorium IPA. Teknologi sensor-nya dapat merespon kuantitas
masukan dengan menggenerasi fungsi yang direlasikan dengan keluaran
yang biasanya berbentuk sinyal elektronis maupun optis. Sedangkan Data
Logger berfungsi sebagai perekam dan pengolah data yang dikirimkan oleh
Sensor.
Perangkat
multi sensor ini dapat dimanfaatkan untuk: mengukur voltase, arus
listrik, arus listrik lemah, temperatur, tekanan udara, tekanan gaya,
kuat cahaya, medan magnet, suara, gerakan, kelembaban, kalorimeter,
tekanan udara, konduktifitas, pH, dan beberapa pengukuran atau
kalibrasi lainnya. Semua
hasil pengukuran tersaji secara digital dan tentunya memudahkan proses
analisa terhadap beberapa percobaan. Boleh jadi ini cikal bakal Mobile
Science Laboratory yang akan melengkapi sekolah-sekolah kita di masa
mendatang.
Dari
kedua contoh teknologi pendidikan ini dapat kita bayangkan bagaimana
proses pembelajaran semakin canggih dan lebih banyak melibatkan Siswa
sebagai explorer dan Guru sebagai expert. Tinggal bagaimana kita menyikapi dan menyediakan diri untuk memanfaatkan teknologi ini dengan baik dan efektif.
Demikian
upaya kita dalam memanfaatkan teknologi Pendidikan untuk mencerdaskan
masyarakat berpengetahuan di Indonesia. Sejumlah inisiasi dan inovasi
akan terus kita lakukan sampai benar-benar tidak ada lagi kesenjangan
Pendidikan di Indonesia.

Sistem pendidikan di Indonesia membutuhkan terobosan yang berani & signifikan untuk menjawab tuntutan global. Menuju masyarakat berpengetahuan diperlukan
lingkungan pendidikan yang kondusif dan komitmen semua unsur yang
terlibat yakni ; pemerintah, institusi pendidikan (sekolah) serta
masyarakat. Peran teknologi informasi & komunikasi (ICT) menjadi
sangat signifikan dalam menciptakan sistem pendidikan yang kondusif.
Kerjasama Institusi pendidikan dengan mitra eksternal (Industri,Usaha)
merupakan suatu alternatif solusi dalam pengembangan sistem teknologi
informasi dan komunikasi terpadu di lingkungan pendidikan.
Demikian
upaya kita dalam memanfaatkan teknologi Pendidikan untuk mencerdaskan
masyarakat berpengetahuan di Indonesia. Sejumlah inisiasi dan inovasi
akan terus kita lakukan sampai benar-benar tidak ada lagi kesenjangan
Pendidikan di Indonesia.

BELAJAR DENGAN TEKNOLOGI MENUJU MASYARAKAT BERPENGETAHUAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Eco Calculator

Find Location

Shout

Shout!

World Clock

Yinni Edu-Tech Girl

Yahoo! Avatars

My Blog List

Followers


Labels

Pools