EDU-TECHBLOG

Rabu, 18 Februari 2009

EFEKTIFIAS VCD SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

EFEKTIFIAS VCD SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

Abad 21 merupakan abad pengetahuan dimana pengetahuan akan menjadi
landasan utama segala aspek kehidupan. Abad pengetahuan sangat
berpengaruh terhadap pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
lapangan kerja. Pendidikan adalah salah satu hal yang sangat penting
untuk membekali siswa menghadapi masa depan. Untuk itu proses
pembelajaran yang bermakna sangat menentukan terwujudnya pendidikan
yang berkualitas. Siswa perlu mendapat bimbingan, dorongan, dan peluang
yang memadai untuk belajar dan mempelajari hal-hal yang akan diperlukan
dalam kehidupannya. Tuntutan masyarakat yang semakin besar terhadap
pendidikan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat
pendidikan tidak mungkin lagi dikelola hanya dengan melalui pola
tradisional. Selain tuntutan tersebut, masyarakat menginginkan
kebutuhan akan informasi dan komunikasi, dimana informasi dan
komunikasi sangat berpengaruh pada kemajuan dibidang pendidikan.
Revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan masyarakat,
pemahaman cara belajar anak, kemajuan media komunikasi dan lain
sebagainya memberi arah tersendiri bagi kegiatan pendidikan dan
tuntutan ini pulalah yang membuat kebijaksanaan untuk memanfaatkan
media teknologi dalam pengelolaan pendidikan.

Sebagai bagian dari kebudayaan, pendidikan sebenarnya lebih memusatkan
diri pada proses belajar mengajar untuk membantu anak didik menggali,
menemukan, mempelajari, mengetahui, dan mengahayati nilai – nilai yang
berguna, baik bagi diri sendiri, masyarakat, dan negara sebagai
keseluruhan Sudarwan. (1995:3). Selain itu pendidikan mempunyai peranan
penting dalam mengembangkan sumber daya manusia, supaya anak didik
menjadi manusia yang berkualitas, profesional, terampil, kreatif dan
inovatif. Pemerintah Republik Indonesia telah bertekad untuk memberikan
kesempatan kepada seluruh warga negara Indonesia untuk menikmati
pendidikan yang bermutu, sebagai langkah utama meningkatkan taraf hidup
warga negara sebagai agen pembaharu, pendidikan bertanggung jawab dalam
mengembangkan dan mewariskan nilai untuk dinikmati anak didik yang
selanjutnya nilai tersebut akan ditransfer dalam kehidupan sehari –
hari.

Berdasarkan pengamatan peneliti pada waktu observasi, kenyataan
dilapangan khususnya pada pembelajaran IPS di MI Tsamrotul Huda 1
Jatirogo Kec. Bonang Kab. Demak guru kurang optimal dalam memanfaatkan
maupun memberdayakan sumber pembelajaran karena pembelajaran IPS di MI
Tsamrotul Huda 1 Jatirogo Kec. Bonang Kab. Demak cenderung masih
berpusat pada guru (teacher centered), text book centered dan mono
media. Guru masih mendomonasi proses pembelajaran sedang siswa masih
nampak pasif. Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam setiap
penyampaian materi pelajaran IPS, karena menurut guru tersebut metode
ceramah merupakan metode yang paling mudah dilaksanakan oleh setiap
guru. Hal ini menyebabkan banyak siswa di MI Tsamrotul Huda 1 Jatirogo
Kec. Bonang Kab. Demak menganggap proses pembelajaran IPS ini adalah
sesuatu yang membosankan, monoton, kurang menyenangkan, terlalu banyak
hafalan, kurang variatif dan berbagai keluhan lainnya. Berdasarkan pada
Suplemen Buku Induk Siswa yang berisi daftar nilai atau prestasi siswa
berdasar Kurikulum berbasis Kompetensi dapat diperoleh data hasil
prestasi nilai rata-rata kelas IV MI Tsamrotul Huda 1 Jatirogo Kec.
Bonang Kab. Demak semester I tahun pelajaran 2005-2006 sebanyak 40
siswa yaitu nilai rata- rata kelas sebagai berikut : Pendidkan Agama
(78,5); Matematika (70,5); IPA (72,5); IPS (65); Bahasa Indonesia
(73,6), Penjas (62,5)

Dari nilai rata – rata diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
pada pembelajaran IPS di MI Tsamrotul Huda 1 Jatirogo Kec. Bonang Kab.
Demak terendah no 5 dari mata Matematika, Agama, IPA, Bahasa Indonesia.

Sebagaimana terdapat dalam Undang – Undang No. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pasal 35, yang menyatakan bahwa "Setiap
satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar"
(artikel Arif, Pemanfaatan Media Massa : 2004 dalam www.google.com),
jadi pendidikan tidak mungkin terselenggara dengan baik bilamana para
tenaga kependidikan maupun para peserta didik tidak didukung oleh
sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar
yang bersangkutan. Terlebih lagi dalam pembelajaran IPS yang merupakan
syntetic science, karena konsep, generalisasi dan temuan – temuan
penelitian ditentukan atau diobservasi setelah fakta terjadi menuntut
adanya suatu media pendidikan dan sumber pembelajaran yang bisa
meningkatkan interaksi dan motivasi belajar siswa.

Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat
dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk
gabungan untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan
efektifitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sedangkan media
pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka
lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa
dalam proses pembelajaran. Hamalik, (1985:23). Gagne (1970) dalam
bukunya Sadiman, (1996:6), menyatakan bahwa media pendidikan berbagai
jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk
belajar. Media pendidikan juga diartikan sebagai media komunikasi yang
dipakai dalam kegiatan belajar mengajar. idikan (ha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaSecara implisit media pendidikan meliputi
alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi
pengajaran, yang terdiri antara lain buku, tape recorder, kaset, video
kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi dan
komputer. Gagne dan Briggs (1975) dalam Hamalik (1994:4).

Sebagai sumber pembelajaran IPS, media pendidikan diperlukan untuk
membantu guru dalam menumbuhkan pemahaman siswa terhadap materi IPS.
Sementara itu, seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi dan
komunikasi, baik perangkat keras (Hardware) maupun perangkat lunak

(Software), akan membawa perubahan bergesernya peranan guru, termasuk
guru IPS sebagai penyampai pesan/ informasi. Guru tidak bisa lagi
berperan sebagai satu – satunya sumber informasi bagi kegiatan
pembelajaran para siswanya. Akan tetapi siswa dapat memperoleh
informasi dari berbagai sumber, salah satunya adalah dari VCD
Pembelajaran. Penggunaan VCD pembelajaran ini adalah sebagai alat bantu
media bukan sepenuhnya mengganti peran guru dalam mengajar.

Pemilihan VCD pembelajaran sebagai media pendidikan dan sumber
pembelajaran IPS mengkondisikan siswa untuk belajar secara mandiri
melalui pembelajaran mandiri, siswa dapat berpikir aktif serta mampu
meningkatkan motivasi belajar siswa, siswa dapat berperan sebagai
peneliti, analis, tidak hanya sebagai konsumen informasi saja, terlebih
lagi siswa dan guru tidak perlu hadir secara fisik di kelas (Classroom
Meeting) dan proses pembelajaran tidak terbatas oleh waktu. VCD
pembelajaran dewasa ini, mulai membudaya dalam masyarakat dan pemutaran
VCD pembelajaran dapat diulang setiap waktu serta mudah dioperasikan.
Berdasarkan hal – hal tersebut dapat disimpulkan bahwa VCD pembelajaran
mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dengan judul:
"EFEKTIVITAS VCD SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS KELAS IV DI MI
TSAMROTUL HUDA 1 JATIROGO KEC. BONANG KAB. DEMAK 2005/2006".


Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah pengaruh
penggunaan media VCD pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa pada
mata pelajaran IPS Kelas IV di MI Tsamrotul Huda 1 Jatirogo Kec. Bonang
Kab. Demak 2005/2006.


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh VCD Pembelajaran
terhadap pencapaian prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS
kelas IV MI Tsamrotul Huda 1 Jatirogo Kec. Bonang Kab. Demak Tahun
Ajaran 2005/ 2006.


Berdasarkan tujuan penelitian diatas dapat diperoleh kegunaan atau manfaat.

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan langsung
dengan pelajaran IPS di Sekolah Dasar Khususnya MI dengan menggunakan
VCD pembelajaran sebagai media pembelajaran.
2.Manfaat Praktis

a.Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam
menerapkan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah terhadap masalah
– masalah yang dihadapi di dunia pendidikan secara nyata.

b.Bagi Sekolah

Diharapkan dengan adanya hasil dari penelitian ini dapat menjadi
masukan yang berharga bagi pihak sekolah dan upaya sosialisasi perlunya
penggunaan media VCD pembelajaran sebagai media pembelajaran alternatif
mata pelajaran IPS khususnya di MI Tsamrotul Huda 1 Jatirogo Kec.
Bonang Kab. Demak.

c.Bagi Fakultas

Dapat dijadikan perbandingan bagi pembaca yang akan mengadakan
penelitian, khususnya tentang pemanfaatan media VCD dalam proses
pembelajaran.

Untuk menghilangkan bias dalam penelitian ini dan mengefektifkan
proses, peneliti memberikan rambu–rambu pengkajian sebagai berikut:

1.Penelitian ini untuk mengevaluasi materi pembelajaran IPS khususnya
teknologi komunikasi dan teknologi transportasi dengan menggunakan
media VCD pembelajaran guna mengetahui peningkatan hasil prestasi
belajar kelas IV di MI Tsamrotul Huda I Jatirogo Kec. Bonang Kab. Demak

2.Produk VCD pembelajaran yang dibuat oleh peneliti hanya untuk
dimanfaatkan sebagai media atau alat bantu pembelajaran dan bukan untuk
dievaluasi hasil produknya.

3.Materi kegiatan belajar mengajar yang diteliti terbatas pada satu
pokok bahasan dengan dua pokok bahasan yaitu teknologi komunikasi dan
teknologi transportasi.

4.Target penelitian diarahkan pada siswa kelas IV MI Tsamrotul Huda 1 Jatirogo Kec. Bonang Kab. Demak.


1.Efektivitas adalah secara harfiah efektivitas diartikan pengaruh dan
mempunyai daya guna serta membawa hasil. Efektivitas berasal dari kata
efektif yang berarti tepat guna KBBI, (1993 : 77). Jadi efektivitas
adalah suatu hal yang dikenakan dengan waktu yang cepat dan tepat
kegunaannya. Dan dalam penelitian ini artinya apakah ada pengaruh dan
adanya daya guna serta membawa hasil didalam penggunaan media VCD pada
pembelajaran IPS.

2.Video Compact Disc adalah Video Disc atau Video Compact Disc
merupakan sistem penyimpanan informasi gambar dan suara pada piringan.
Sadiman, (1996:295). Jadi VCD adalah kepingan yang menyimpan data dalam
bentuk caption, grafis, suara dengan kapasitas maksimal 700 MB.

3.Media Pembelajaran adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan
dalam rangka mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan
siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Hamalik,
(1994:12), jadi media pembelajaran merupakan sarana penyampaian
informasi agar pembelajaran menjadi menarik dan hasil pembelajaran
optimal.

4.Ilmu Pengetahuan Sosial adalah sebuah program pendidikan dan bukan
merupakan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan
baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial, maupun
ilmu pendidikan. Somantri, (2001:89), dalam www.google.co.id.
Jadi IPS adalah suatu ilmu yang mengkaji masalah – masalah sosial yang
berkembang dalam kehidupan masyarakat. Jadi IPS adalah ilmu yang
mempelajari masalah – masalah sosial.

5.Kelas IV adalah obyek atau penerima pesan atau peserta didik pada
tingkatan kelas di SD misalnya dari kelas I naik ke kelas II, III, IV
yang masing-masing tingkatan lamanya satu tahun.

6.MI Tsamrotul Huda 1 Jatirogo Kec. Bonang Kab. Demak adalah tempat
pembelajaran di tingkat pendidikan dasar, MI ini terletak di Desa
Jatirogo Kec. Bonang Kab. Demak.i kelas I naik kekelas II, III, IV ya

7.Tahun 2005/2006 adalah tahun pelajaran di sekolah yang diawali dari
bulan Juli dan diakhiri pada bulan Juni dan merupakan tahun penelitian
berlangsung.

Jadi efektivitas VCD sebagai media pembelajaran IPS kelas IV di MI
Tsamrotul Huda 1 Jatirogo Kec. Bonang Kab. Demak 2005/2006 adalah
pengaruh penggunaan VCD sebagai sarana penyampaian informasi agar
pembelajaran menjadi menarik dan hasil pembelajaran menjadi optimal
khususnya pembelajaran IPS kelas IV di MI tsamrotul Huda I Kec. Bonang
Kab. Demak pada tahun ajaran 2005/2006

EFEKTIFIAS VCD SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

BELAJAR DENGAN TEKNOLOGI MENUJU MASYARAKAT BERPENGETAHUAN

BELAJAR DENGAN TEKNOLOGI MENUJU MASYARAKAT BERPENGETAHUAN

Perkembangan
Teknologi begitu cepat dan pesat, apalagi teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). Perkembangan itu merambat juga ke dalam dunia
pendidikan Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
pula perkembangan teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran yang
ada di sekolah-sekolah.
Selama
ini para teknolog pendidikan telah cukup berhasil memberikan kontribusi
dengan dilembagakannya berbagai konsep, prinsip dan prosedur, teknologi
pendidikan dalam pembangunan pendidikan dan pengembangan sumber daya
manusia pada umumnya. Sistem pendidikan terbuka, pendidikan jarak jauh,
belajar berjaringan, konsep pembelajaran, prinsip pendidikan yang
berfokus pada peserta didik (learner centered), prinsip pendekatan dari bawah (bottom up approach)
dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran, prosedur, dalam pelaksanaan
pembelajaran, telah dikukuhkan dalam ketentuan perundangan. Hal ini
justru merupakan tantangan bagi para teknolog pendidikan untuk mampu
melaksanakan dan mengembangkan berbagai konsep, prinsip, dan prosedur
tersebut.
Namun
harapan terkadang tak sesuai dengan kenyataan. Setiap kita memandang
potret Pendidikan di Indonesia, maka setiap saat pula kita dapatkan
kenyataan bahwa akses masyarakat ke epicentrum pengetahuan
belumlah merata apalagi memuaskan. Masih banyak anak usia sekolah (7-12
tahun) yang belum dapat menikmati Pendidikan dasar 9 tahun (dibawah
80%), tidak meratanya penyebaran sarana dan prasarana
Pendidikan/sekolah (belum terjangkau infrastruktur listrik ataupun
telekomunikasi), tidak seragamnya dan masih rendahnya mutu Pendidikan
di setiap jenjang sekolah (nilai UN dan tingkat kelulusan UN masih
rendah), rendahnya persentase jumlah Guru yang memenuhi standar (27%),
dan rendahnya tingkat pemanfaatan produk teknologi sebagai alat bantu
pengajaran serta lemahnya optimalisasi TIK di sekolah.
Meskipun
tidak semua potret pendidikan tersebut buram, namun ini adalah
kenyataan sekaligus tantangan yang harus kita hadapi dan selesaikan
bersama untuk memenuhi amanat Bab XIII Pasal 31 Amandemen Ke-4 UUD 1945.
Untuk mengurangi kesenjangan pendidikan (educational divide)
tersebut, pemerintah, dalam hal ini Depdiknas melalui sejumlah inisiasi
dan inovasi terus menerus menggalang komitmen pendidikan nasional dan
internasional berupa: pendidikan untuk semua (education for all), pembelajaran sepanjang hayat (life long learning), dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development). Melalui ketiga komitmen tersebut diharapkan proses pembangunan masyarakat berpengetahuan (knowledge society) dan ekonomi berbasis sumber daya manusia yang kreatif (creative economy) akan berjalan baik dan lancar sesuai dengan harapan kita semua.

Berbagai produk pun telah diciptakan agar membantu para guru dalam memberikan pengajaran dengan mudah kepada para peserta didik.

Untuk
itu, dalam makalah ini akan dihimpun pendapat para ahli dan juga
sumbangan pemikiran dari penulis sebagai seorang kepala sekolah tentang
bagaimana belajar dengan teknologi menuju masyarakat berpengetahuan,
penggunaan produk teknologi dan aplikasinya dalam dunia pendidikan
kita, khususnya sekolah yang menjadi pusat sumber belajar bagi siswa.


Sebelum
penulis melakukan Pembahasan rinci tentang produk teknologi sebagai
alat bantu pengajaran serta keahlian yang diperlukan oleh guru sebagai
pengguna, maka alangkah baiknya kita memahami dulu tentang belajar
dengan menggunakan teknologi dalam rangka menuju masyarakat
berpengetahuan.

Paradigma Masyarakat Berpengetahuan

Menurut
Kepala Pustekkom Depdiknas, Ir. Lilik Gani, Phd, dalam makalahnya di
Kongres VI dan Seminar Nasional Ikatan Profesi Pendidikan Teknologi
Pendidikan (IPTPI) tanggal 28 Agustus 2008 di Kampus A UNJ Rawamangun
Jakarta Timur, ada 3 sasaran atau tujuan dari paradigma knowledge society di Indonesia. Pertama, untuk menyediakan akses Pendidikan yang seluas-luas kepada seluruh masyarakat (to provide adequate and equitable access to education for all citizens)
yang pada muaranya akan mendorong peningkatan angka partisipasi belajar
masyarakat di semua jenjang Pendidikan. Kedua, untuk meningkatkan
kualitas, daya kompetisi dan relevansi Pendidikan (to improve quality, competitiveness, and relevance of education) bagi setiap insan Indonesia di percaturan nasional maupun internasional. Ketiga, untuk meningkatkan tata kelola Pendidikan (to improve governance in education) yang akuntabel, baik secara administratif maupun edukatif.

Pembangunan
masyarakat berpengetahuan di Indonesia bukan saja menjadi komitmen
Depdiknas, namun telah menjadi komitmen semua departemen dan lembaga
pemerintah yang bersentuhan langsung kepada kesejahteraan rakyat
termasuk juga sekolah negeri yang dibiayai oleh depdiknas. Dengan
kolaborasi antar berbagai lembaga, maka diharapkan proses pencerdasan
masyarakat yang: melek dan cakap memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi serta media (ICT and media literacy skills), cakap berfikir kritis (critical thinking skills), cakap memecahkan permasalahan (problem-solving skills), cakap berkomunikasi secara efektif (effective communication skills), dan cakap bekerjasama secara kolaboratif (collaborative skills) dapat segera terwujud merata di seluruh nusantara.

Selain hal di atas, indikator lingkungan masyarakat berpengetahuan adalah sebagai berikut :

¨ Kritis, kondusif dan adaptif terhadap berbagai perubahan

¨ Siap menghadapi globalisasi (kompetisi,perubahan, profesional)

¨ Adanya Dukungan dan komitmen yang maksimal dari pemerintah dalam penerapan/pemanfaatan teknologi pada berbagai bidang/aspek guna kelancaran ,efisiensi & efektifitas berbagai urusan masyarakat

¨ Minat belajar,inovasi, kreatifitas yang tinggi & wawasan yang luas

¨ Banyaknya menghasilkan karya karya cipta kreatif & inovatif

Pandangan orang-orang bijak tentang perlunya masyarakat berpengetahuan di era global adalah;

• Kekuatan Otak (brain power) lebih berperan dari pada

Kekuatan Otot (brute power) (Anthony Robin)

• Sumber daya ekonomi tidak lagi muncul dari kekayaan alam tetapi dari kekayaan pola pikir (Jhon Schuly).

• Tidak ada negara/perusahaan yang bangkrut, yang ada hanyalah tersingkir karena tidak mampu mengikuti tuntutan perubahan (Peter Drucker).

• Know more (mengetahui lebih banyak) lebih berperan

dari pada have more (mempunyai lebih banyak)-(Brian Tracy).


Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan Indonesia

Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai salah satu produk teknologi
Pendidikan yang mendominasi dunia pendidikan saat ini berpotensi kuat
untuk: (1) memperluas kesempatan belajar bagi masyarakat, (2)
meningkatkan efisiensi di dalam proses pembelajaran, (3) meningkatkan
kualitas belajar peserta didik, (4) meningkatkan kualitas mengajar para
pendidik, (5) memfasilitasi pembentukan keterampilan siswa dan
pendidik, (6) mendorong masyarakat untuk belajar sepanjang
hayat/berkelanjutan, (7) meningkatkan perencanaan kebijakan dan
manajemen yang strategis, dan (8) mengurangi kesenjangan digital
masyarakat.
Pustekkom
(Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai penyelenggara TIK
Depdiknas telah menghadirkan serta menyelenggarakan beberapa alternatif
teknologi Pendidikan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang
senantiasa mengikuti arus utama perkembangan industri konten kreatif.
Industri konten kreatif merupakan industri-industri yang
berangkat dari kreativitas individual, keterampilan dan bakat yang
memiliki potensi untuk menciptakan pekerjaan dan kekayaan melalui
produksi dan eksploitasi. Dari 14 lingkup industri konten kreatif,
Pustekkom memilih lingkup: (1) Desain Grafis/Web, (2) Film dan
Video, (3) Software (CD/DVD) Interaktif, (4) Pencetakan, (5) Software
Aplikasi/Konten dan Layanan (Jejaring) Komputer, dan (6) Televisi dan
Radio sebagai lingkup teknologi Pendidikan berskala nasional yang mudah
dan murah diakses oleh masyarakat.
Pengembangan
konten kreatif untuk pembelajaran ini senantiasa melibatkan unsur Guru
sebagai pengembang materi (substansi), pakar teknologi Pendidikan
sebagai pengkaji materi, dan tim spesialis media pembelajaran Pustekkom
sebagai pengkaji media. Dengan pola pengembangan konten seperti ini
diharapkan produk-produk Pustekkom makin layak dan berterima di
masyarakat, khususnya di sekolah-sekolah dasar dan menengah.
Sebagaimana adanya tuntutan teknologi yang ramah lingkungan, teknologi
Pendidikan juga kita harapkan ramah kepada Peserta Didik, ramah kepada
Pendidik, ramah kepada orang tua Peserta Didik, dan arif kepada budaya
serta bahasa lokal. Teknologi Pendidikan (TP) yang ramah kepada Siswa
adalah teknologi yang aman, mencerdaskan dan menjamin bahwa Siswa dapat
menerima pengalaman belajar yang menyenangkan dan merangsang
kreatifitas yang tanpa batas. TP yang ramah kepada Guru dapat berwujud
infrastruktur, aplikasi dan konten yang aman dan mendorong kreativitas
Guru (Pendidik) untuk berinovasi di dalam proses pembelajaran di kelas
maupun di luar kelas, sinkronus maupun asinkronus. Sedangkan TP yang
ramah kepada orang tua Siswa adalah teknologi yang dapat mendorong
empati (kepedulian) atau peran serta aktif di dalam memantau
perkembangan prestasi belajar putra-putrinya. Adapun Teknologi
Pendidikan yang arif kepada budaya dan bahasa lokal di Indonesia yang
sangat majemuk diharapkan dapat menjadi prolog untuk menyiapkan
masyarakat agar siap menerima wawasan dan pengetahuan baru. Hanya saja
yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah bagaimanakah para
guru dapat menjadikan produk teknologi sebagai alat bantu pengajaran
serta keahlian yang diperlukan oleh guru sebagai pengguna.
Banyaknya
produk teknologi mengharuskan guru untuk belajar teknologi tersebut
melalui training-training atau pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan
oleh depdiknas. Namun pelaksanaannya masih belum menyebar dan merata
sehingga membuat para kepala sekolah melakukan terobosan dengan
melakukan pembinaan sendiri dengan biaya mandiri. Adanya pembinaan
jelas sabngat diperlukan agar para guru memahami benar tentang
pemanfaatan produk teknologi yang dipelajarinya. Sehingga setelah
pelatihan atau training para guru dapat mengembangkan sendiri dan
diharpakan juga dapat menciptakan sendiri media pembelajarannnya.

Digital Native vs Analog Native

Seperti
halnya masyarakat di negara-negara berkembang lainnya yang sangat cepat
mengadopsi dan mengadaptasi perkembangan TIK termutakhir, saat ini
secara sadar kita dapat menerima fenomena Digital Native vs Analog Native. Digital Native
adalah generasi yang sejak mereka dilahirkan sudah akrab dengan
komputer desktop/laptop pribadi, internet, kamera digital, camcorder
digital, telepon seluler, mp3 player, mp4 player, game portable, dan
gadget lainnya. Mereka adalah generasi yang pada umumnya lahir pada
tahun 1990-an yang juga merupakan dekade emas industri komputer dengan
segala infrastruktur, aplikasi dan konten yang mengikutinya. Mereka
tidak memerlukan pendidikan dan pelatihan khusus untuk dapat
mengoperasikan komputer, internet atau gadget yang dapat mereka
jangkau. Karenanya tanpa bimbingan orang dewasa (Guru atau orang tua),
maka banyak kita temukan penyalahgunaan komputer, internet dan gadget
di kalangan Siswa sehingga menjerumuskan dan menistakan diri mereka
sendiri secara moral dan etika. Itulah contoh negatif dari pemanfaatan
teknologi.
Sebaliknya Analog Native
adalah generasi yang dilahirkan pada masa teknologi informatika dan
telekomunikasi masih bekerja secara analog dan memerlukan manual untuk
mengoperasikannya. Para Guru kita umumnya lahir dan tumbuh di masa
pengiriman sepucuk surat berbilang hari atau minggu untuk sampai di
alamat tujuan. Meskipun pada masa tersebut sudah tersedia pesawat
telepon, televisi dan radio, namun karena terbatasnya sumber daya
informasi, maka informasi maupun pengetahuan yang kita terima cenderung
seragam dan searah. Meskipun demikian, nyaris tidak kita temukan
penyalahgunaan teknologi dalam peri kehidupan masyarakat Indonesia di
dekade 1970-1980-an.
Sekolah harus dapat memandang kedua generasi yang sekaligus mewakili Guru dan Siswa ini dapat dipertemukan di
dalam proses belajar-mengajar yang harmonis. Tentunya ada subjek dan
objek yang berperan secara aktif, dinamik dan interaktif di dalam ruang
belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru dan Siswa
sama-sama dituntut untuk membuat suasana belajar dan proses transfer of knowledge–nya
berjalan menyenangkan serta tidak membosankan. Oleh karena itu penataan
peran Guru & Siswa di dalam kelas yang mengintegrasikan TIK di
dalam pembelajaran perlu dipahami dan diperankan dengan sebaik-baiknya.
Dalam
konsep Pendidikan maju Abad 21 yang mengedepankan pembelajaran berbasis
elektronik (e-Learning) yang berazas paralelisme, kini peran Guru tidak
hanya sebagai sebatas pengajar, namun sekaligus harus dapat berperan
sebagai fasilitator,
kolaborator, mentor, pelatih, pengarah, dan teman belajar bagi Peserta
Didik atau siswa. Karenanya Guru dapat memberikan pilihan dan tanggung
jawab yang besar kepada Siswa untuk mengalami peristiwa belajar. Dengan
peran Guru sebagaimana dimaksud, maka peran Siswa pun mengalami perubahan, dari partisipan pasif menjadi partisipan aktif yang banyak menghasilkan dan berbagi (sharing)
pengetahuan/keterampilan serta berpartisipasi sebanyak mungkin
sebagaimana layaknya seorang pakar. Disisi lain Siswa juga dapat
belajar secara individu, sebagaimana halnya juga kolaboratif dengan
Siswa lain. Karena itu, guru juga harus dapat mengarahkan siswa untuk
tidak hanya menggunakan produk teknologi tetapi juga menciptakan produk
teknologi untuk menggantikan cara-cara yang tradisional menjadi modern.
E-Learning,
adalah salah satu produk teknologi yang potensial dalam menggantikan
cara mengajar konvensional. E-Learning bukanlah sebuah teknologi baru,
namun pada kenyataannya belum banyak diterapkan. E-learning merupakan
salah satu alternatif cara belajar-mengajar yang lebih efektif dan
efisien. Penggunaan email, web-based education, online chat, maupun
audioconference, diyakini dapat membantu proses pembelajaran jarak jauh
(distance learning).E-Learning adalah salah satu cara untuk mewujudkan proses belajar mengajar dengan dukungan teknologi

Akan
tetapi banyak muncul pertanyaan dari para pengajar, baik guru maupun
dosen, apakah pembelajaran tanpa tatap muka dapat berlangsung efektif?
Penelitian membuktikan bahwa pembelajaran tanpa tatap muka dapat
se-efektif instruksi tatap muka atau konvensional, jika menggunakan
metoda dan teknologi yang sesuai dengan tugas-tugas secara instruksi,
ada interaksi antar siswa, dan interaksi antara guru dan siswa,
termasuk para siswa memberikan masukan atau feedback kepada gurunya.
Faktor
lain yang cukup menentukan adalah tersedianya perangkat teknologi dan
infrastruktur yang memadai, serta diperlukan perencanaan dan
administrasi yang matang. Oleh karena itu, diharapkan peran serta dari
berbagai pihak dalam mengembangkan e-learning sebagai salah satu produk
berbasis teknologi.
Untuk
mendukung sistem e-Learning, maka Manajemen Sekolah, Guru dan Siswa
harus memahami 9 (sembilan) prinsip integrasi TIK dalam pembelajaran
yang terdiri atas prinsip-prinsip:
1. Aktif:memungkinkan Siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna.

2. Konstruktif:
memungkinkan Siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau
keinginantahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
3. Kolaboratif:memungkinkan
Siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama,
berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan
untuk sesama anggota kelompoknya.
4. Antusiastik: memungkinkan Siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

5. Dialogis:
memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses
sosial dan dialogis dimana Siswa memperoleh keuntungan dari proses
komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.
6. Kontekstual: memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan "problem-based atau case-based learning"

7. Reflektif:memungkinkan
Siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa
yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu
sendiri.
8. Multisensory:memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik.

9. High order thinking skills training:memungkinkan
untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem
solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga
meningkatkan "ICT & media literacy".

Teknologi Mutakhir untuk Pendidikan

Perkembangan
teknologi pendidikan semakin hari semakin memudahkan dan menyenangkan
pembelajaran di kelas maupun laboratorium. Setidaknya ada 2 teknologi
baru yang dapat kita perkenalkan, ujicoba dan implementasikan di
sekolah-sekolah yang secara infrastruktur telah siap dan memiliki SDM
yang layak.
Pertama,
aplikasi e-Learning Class yang memungkinkan seorang Guru mengelola
kelas dan proses belajar-mengajar secara mandiri dengan memanfaatkan
sebuah komputer sub-notebook yang terkoneksi intranet nirkabel dengan
beberapa laptop Siswa (di dalam kelas tertutup maupun kelas terbuka),
sekaligus terkoneksi internet dengan server konten pembelajaran di
lokal, regional, nasional, maupun global. Dengan fasilitas Pen Tool,
maka setiap Siswa dapat melihat apapun yang ditulis atau dilukis oleh
Guru dari layar monitor laptop masing-masing. Interaktifitas dengan
Siswa dapat dilakukan melalui fitur Monitor, Remote Control, Screen
Broadcast, Pen Tool, Student Demonstration, Silence, Net Movie, File
Distribution, dan sebagainya. Hal lain yang patut kita cermati pula,
bahwa suatu saat karena semua buku pelajaran teks elekronik (e-Book)
dapat tersimpan rapi di harddisk laptop Siswa, maka Siswa tidak perlu
lagi membawa buku dalam jumlah banyak dan berat di dalam backpack atau
tas sekolah-nya. Inilah sistem Mobile Learning yang sesungguhnya.
Kedua,
Digital Exploration Labs System yang terdiri atas PC, Data Logger,
Sensor, Labs Software, Experiment and Accessories, Lab Manual, dan
Design of Exploratory Lab Manual. Perangkat berikut software aplikasi
yang sanggup men-digitalisasi proses kalibrasi ini dapat dimanfaatkan
di Laboratorium IPA. Teknologi sensor-nya dapat merespon kuantitas
masukan dengan menggenerasi fungsi yang direlasikan dengan keluaran
yang biasanya berbentuk sinyal elektronis maupun optis. Sedangkan Data
Logger berfungsi sebagai perekam dan pengolah data yang dikirimkan oleh
Sensor.
Perangkat
multi sensor ini dapat dimanfaatkan untuk: mengukur voltase, arus
listrik, arus listrik lemah, temperatur, tekanan udara, tekanan gaya,
kuat cahaya, medan magnet, suara, gerakan, kelembaban, kalorimeter,
tekanan udara, konduktifitas, pH, dan beberapa pengukuran atau
kalibrasi lainnya. Semua
hasil pengukuran tersaji secara digital dan tentunya memudahkan proses
analisa terhadap beberapa percobaan. Boleh jadi ini cikal bakal Mobile
Science Laboratory yang akan melengkapi sekolah-sekolah kita di masa
mendatang.
Dari
kedua contoh teknologi pendidikan ini dapat kita bayangkan bagaimana
proses pembelajaran semakin canggih dan lebih banyak melibatkan Siswa
sebagai explorer dan Guru sebagai expert. Tinggal bagaimana kita menyikapi dan menyediakan diri untuk memanfaatkan teknologi ini dengan baik dan efektif.
Demikian
upaya kita dalam memanfaatkan teknologi Pendidikan untuk mencerdaskan
masyarakat berpengetahuan di Indonesia. Sejumlah inisiasi dan inovasi
akan terus kita lakukan sampai benar-benar tidak ada lagi kesenjangan
Pendidikan di Indonesia.

Sistem pendidikan di Indonesia membutuhkan terobosan yang berani & signifikan untuk menjawab tuntutan global. Menuju masyarakat berpengetahuan diperlukan
lingkungan pendidikan yang kondusif dan komitmen semua unsur yang
terlibat yakni ; pemerintah, institusi pendidikan (sekolah) serta
masyarakat. Peran teknologi informasi & komunikasi (ICT) menjadi
sangat signifikan dalam menciptakan sistem pendidikan yang kondusif.
Kerjasama Institusi pendidikan dengan mitra eksternal (Industri,Usaha)
merupakan suatu alternatif solusi dalam pengembangan sistem teknologi
informasi dan komunikasi terpadu di lingkungan pendidikan.
Demikian
upaya kita dalam memanfaatkan teknologi Pendidikan untuk mencerdaskan
masyarakat berpengetahuan di Indonesia. Sejumlah inisiasi dan inovasi
akan terus kita lakukan sampai benar-benar tidak ada lagi kesenjangan
Pendidikan di Indonesia.

BELAJAR DENGAN TEKNOLOGI MENUJU MASYARAKAT BERPENGETAHUAN

PEMANFAATAN INTERNET SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

PEMANFAATAN INTERNET SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

Perkembangan
teknologi informasi saat ini telah menjalar dan memasuki setiap dimensi
aspek kehidupan manusia. Teknolgi informasi saat ini memainkan peran
yang besar didalam kegiatan bisnis, perubahan sturktur organisasi, dan
mannajemen organisasi. Dilain pihak, teknologi informasi juga
memberikan peranan yang besar dalam pengembangan keilmuan dan menjadi
sarana utama dalam suatu institusi akademik. Mengutip apa yang
dikatakan kadir (2003), secara garis besar, teknologi informasi
memiliki peranan : 1) dapat menggantikan peran manusia, dalam hal ini
dapat melakukan otomasi terhadap tugas atau proses; 2) memperkuat peran
manusia, yakni dengan menyajikan informasi terhadap suatu tugas dan
proses; 3) berperan dalam restrukturissi terhadap peran manusia, dalam
melakukan perubahan-perubahan terhadap kumpulan tugas dan proses.
Berdasarkan pemahaman diatas, maka kehadiran teknologi informasi telah
memberikan kekuatan dan merupakan potensi besar jikalau dimanfaatkan
dengan baik.
Mengacu
pada paparan diatas, tentunya peranan teknologi informasi terkhususnya
internet tidak dapat disangkal dan telah memberikan kontribusi yang
besar. Roy suryo (2005), telah memberikan gambaran kepada kita
bagaimana teknologi informasi telah memainkan peranan yang penting
dalam suatu komunikasi informasi. Dimana pada tahun 50-an media
komunikasi yang dipakai adalah jam dan kura-kura, pada tahun 50-an s.d
70-an, media yang dipergunakan adalah surat dan teleks, 70-an s.d 90-an
media yang dipergunakan adalah telephon dan faks, dan pada tahun 90-an
sampai sekarang, maka media yang dipergunakan adalah ponsel (HP), PC
(komputer), dan internet.

Sumber : Suryo (2005)
Berdasarkan
data statistic Indonesia, terlihat bahwa terkhususnya di Indonesia,
terdapat 11,5 juta orang yang melakukan akses internet atau 5,2% dari
total penduduk Indonesia. Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa
pertumbuhan pengguna internet di seluruh Indonesia berkembangan sangat
pesat dan sudah menjadi suatu kebutuhan utama bagi setiap orang.

Sumber : Suryo (2005)
Berdasarkan
statistic dunia, pada saat ini, Indonesia masih memiliki prosentasi
penduduk yang cukup rendah dalam penggunaan internet. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan sumberdaya yang ada dan ketersediaan
perangkat pendukungnya. Guna lebih rinci maka dapat dilihat dalam
gambar dibawah ini.

Sumber : Suryo (2005)
Terkhusus
untuk Negara-negara ASEAN, Indonesia masih berada dibawah Singapura,
Philiphina, Malaysia, dan Thailand. Hal ini di sebabkan karena
Indonesia merupakan Negara yang memiliki populasi penduduk terbesar dan
merupakan Negara kepulauan serta memiliki pendapatan perkapita yang
masih rendah.

Keuntungan dan Kerugian Internet



Berdasarkan
paparan diatas, terlihat bagi kita bahwa teknologi iformasi, khususnya
internet memiliki peranan yang sangat penting dalam setiap dimensi
pendidikan. Internet memberikan kontribusi yang sangat besar didalam
membantu setiap dimensi yang ada untuk selalu mendapatkan informasi
yang up to date. Jaringan internet merupakan salah satu jenis jaringan
yang popular dimanfaatkan, karena internet merupakan teknologi
informasi yang mampu menghubungan komputer di seluruh dunia, sehingga
memungkinkan informasi dari berbagai jenis dan bentuk informasi dapat
dipakai secara bersama-sama. Demikian juga dalam dunia pendidikan,
berkat adanya jaringan internet, maka dapat membantu setiap penyedia
jasa pendidikan untuk selalu mendapat informasi-informasi yang terkini
dan sesuai dengan kebutuhan.
Pemanfaatan
internet pada saat ini masih berada pada level perguruan tinggi, dan
itupun belum merata. Sedangkan pada level SD sampai dengan SMU/SMK,
pemanfaatan internet masih sangat minim dan terbatas pada daerah
perkotaan yang sudah memiliki jaringan atau koneksi internet. Dilain
pihak dalam dunia pendidikan, diperhadapkan pada kendala bahwa metode
pembelajaran konvensional yang diterapkan saat ini sudah tidak memenuhi
kebutuhan dunia pendidikan yang ada.
Asep
Saepudin (2003), menyatakan bahwa pada jenjang dan jalur pendidikan
lain di mana proses belajarnya relatif masih konvensional (tatap muka),
yang sesungguhnya sudah tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan pendidikan
untuk masyarakat yang semakin kompleks, memerlukan inovasi dan media
yang mampu menangulanginya. Penulis berasumsi bahwa, dengan
diselenggarakannya program pendidikan jarak jauh seperti Program
Belajar Paket A dan Paket B, SMP Terbuka yang didirikan pada tahun
1979, Universitas Terbuka sejak tahun 1984, serta pendidikan guru
tertulis pada tahun 1955, dan program pendidikan dan pelatihan jarak
jauh di berbagai departemen (A.P. Hardhono, 1997), termasuk usaha
menuntaskan program Wajar 9 tahun dengan memakai sistem pendidikan
jarak jauh, adalah fakta bahwa pendidikan konvensional (tatap muka) tak
mampu lagi memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat hampir di semua
jenis dan jenjang. Keterbatasan ini dikarenakan oleh beberapa kendala,
di antaranya. Pertama, kendala dari pihak pemerintah
yaitu terbatasnya dana untuk menambah lahan, gaji tenaga pengajar,
serta terbatasnya sumber daya manusia yang akan menjadi pengajar pada
institusi yang akan dibangun. Kedua, kendala dari
pihak peserta belajar (masyarakat) itu sendiri yaitu, selain jauhnya
jarak tempat tinggal dengan pusat sekolah, juga sebagian besar di
antara mereka telah bekerja. Berdasarkan pernyataan diatas, maka
nampaklah bagi kita bahwa metode yang ada saat ini tidak lagi menjamin
untuk menghasilkan kualitas sumberdaya manusia dalam dunia pendidikan.
Hal ini menyebabkan perkembangan pendidikan yang ada sat ini cenderung
tertinggal dibandingkan dengan Negara lainnya.
Guna
menjembatani ketimpangan dan kelemahan diatas, maka kehadiran teknologi
informasi, terkhususnya internet sangat penting dan mutlak dalam
memenuhi kebutuhan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, Asep
Saepudin (2005) menyatakan beberapa manfaat kehadiran teknologi
informasi terkhususnya internet: Pertama, hampir
dapat dipastikan bahwa setiap kantor telah memiliki dan menggunakan
komputer. Demikian juga pada setiap keluarga, terutama diperkotaan
komputer sudah menjadi fasilitas biasa dan dapat dioperasikan oleh
hampir semua anggota keluarga. Jumlah keluarga yang mempunyai komputer
menunjukan peningkatan sebagai hasil kemajuan dari perkembangan
ekonomi. Ini berarti bahwa jumlah masyarakat yang mempunyai akses
terhadap komputer meningkat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu,
program pendidikan berbasis komputer dapat dikembangkan untuk kelompok
(masyarakat) ini. Kedua, proses penyampain materi
ajar yang akan ditransformasikan kepada peserta belajar dapat lebih
efektif dan efisien, karena di Indonesia sudah banyaknya dibuat
software pendidikan oleh para pakar komputer, walaupun tergolong pada
fase "early stage" dan bersifat sporadis dan belum terkoordinir dengan
baik. Saat ini sudah banyak software pendidikan yang bermutu tinggi,
namun biasanya software tersebut adalah buatan luar negeri sehingga
muncul kendala baru yaitu masalah bahasa inggris.
Beberapa
contoh software pendidikan yang dikenal diantaranya: computer assisted
instruction (CAI), yang umumnya software ini sangat baik untuk
keperluan remedial. intelligent computer assited instructional (ICAL),
dapat digunakan untuk material tau konsep. Computer assisted training
(CAT), computer assisted design (CAD), computer assisted media (CAM),
dan lain-lain.
Berdasarkan
pemahaman diatas, nampaklah bagi kita bahwa kehadiran internet dalam
dimensi pendidikan merupakan suatu hal yang mutlak, dan sudah merupakan
kebutuhan. Sebagai suatu kebutuhan, maka kehadiran internet pada
dasarnya sangat membantu dunia pendidikan untuk mengembangkan situasi
belajar mengajar yang lebih kondusif dan interaktif. Dimana para
peserta didik tidak lagi diperhadapkan dengan situasi yang lebih
konvensional, namun mereka akan sangat terbantu dengan adanya metode
pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek pemakaian lingkungan
sebagai sarana belajar. Oleh karena itu, Elangoan, 1999, Soekartawi,
2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997, dalam soekartawi (2003),
menyatakan bahwa internet pada dasarnya memberikan manfaat antara lain:
1) Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat
berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular
atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa
dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. 2) Guru dan siswa dapat
menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan
terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai
sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari; 3) Siswa dapat belajar atau
me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan
mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. 4) Bila siswa memerlukan
tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia
dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. 5) Baik guru
maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat
diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. 6) Berubahnya peran siswa dari
yang biasanya pasif menjadi aktif; 7) Relatif lebih efisien. Misalnya
bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah
konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas
di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
Berdasarkan
hal tersebut, maka ada beberapa keuntungan jikalau kita menggunakan
internet sebagai media pembelajaran dalam pendidikan:


Frekuensi
tatap muka bukan lagi menjadi suatu kebutuhan yang mutlak, namun hal
ini busa diakali dengan penyediaan bahan-bahan pengajaran yang dapat
langsung diakses melalui internet

Para peserta didik dapat langsung mendapatkan bahan-bahan yang selalu up- to date.

Para peserta didik dapat memperkaya bahan-bahan yang ada dengan melakukan pencaharian di internet.


Manfaat
internet pada dasarnya tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan yang
ada. Hal ini sangat tergantung pada institusi pendidikan, apalagi
jikalau metode ini dipergunakan maka akan berimplikasi pada : 1)
ketersediaan sarana pendukung yang harus menunjang; 2) ketersediaan
jaringan internet yang memadai; 3) serta perlu pula didukung oleh
tingkat kecepatan yang memadai.
Dilain
pihak, Bullen, (2001), Beam, (1997), dalam Soekartawi (2003),
menyatakan bahwa kelemahan penggunaan internet adalah : 1) Kurangnya
interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri.
Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam
proses belajar dan mengajar; 2) Kecenderungan mengabaikan aspek
akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek
bisnis/komersial; 3) Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah
pelatihan daripada pendidikan; 4) Berubahnya peran guru dari yang
semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut
mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT; 5) Siswa yang
tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal; 6) Tidak
semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan
dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer); 7)
Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan soal-soal
internet; dan Kurangnya penguasaan bahasa komputer.
Berdasarkan
pemahaman diatas, maka nampaklah bagi kita bahwa internet pada dasarnya
memiliki peranan yangcukup besar dan sangat penting dalam pengembangan
pendidikan. Namun hal ini juga perlu ditunjang oleh ketersediaan
sarana-prasarana yang mendukung, serta kesiapan pendidikan dan peserta
didik untuk beradaptasi dengan teknologi internet.

PEMANFAATAN INTERNET SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

BELAJAR DENGAN TEKNOLOGI MENUJU MASYARAKAT BERPENGETAHUAN

BELAJAR DENGAN TEKNOLOGI MENUJU MASYARAKAT BERPENGETAHUAN

Perkembangan
Teknologi begitu cepat dan pesat, apalagi teknologi informasi dan
komunikasi (TIK). Perkembangan itu merambat juga ke dalam dunia
pendidikan Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
pula perkembangan teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran yang
ada di sekolah-sekolah.
Selama
ini para teknolog pendidikan telah cukup berhasil memberikan kontribusi
dengan dilembagakannya berbagai konsep, prinsip dan prosedur, teknologi
pendidikan dalam pembangunan pendidikan dan pengembangan sumber daya
manusia pada umumnya. Sistem pendidikan terbuka, pendidikan jarak jauh,
belajar berjaringan, konsep pembelajaran, prinsip pendidikan yang
berfokus pada peserta didik (learner centered), prinsip pendekatan dari bawah (bottom up approach)
dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran, prosedur, dalam pelaksanaan
pembelajaran, telah dikukuhkan dalam ketentuan perundangan. Hal ini
justru merupakan tantangan bagi para teknolog pendidikan untuk mampu
melaksanakan dan mengembangkan berbagai konsep, prinsip, dan prosedur
tersebut.
Namun
harapan terkadang tak sesuai dengan kenyataan. Setiap kita memandang
potret Pendidikan di Indonesia, maka setiap saat pula kita dapatkan
kenyataan bahwa akses masyarakat ke epicentrum pengetahuan
belumlah merata apalagi memuaskan. Masih banyak anak usia sekolah (7-12
tahun) yang belum dapat menikmati Pendidikan dasar 9 tahun (dibawah
80%), tidak meratanya penyebaran sarana dan prasarana
Pendidikan/sekolah (belum terjangkau infrastruktur listrik ataupun
telekomunikasi), tidak seragamnya dan masih rendahnya mutu Pendidikan
di setiap jenjang sekolah (nilai UN dan tingkat kelulusan UN masih
rendah), rendahnya persentase jumlah Guru yang memenuhi standar (27%),
dan rendahnya tingkat pemanfaatan produk teknologi sebagai alat bantu
pengajaran serta lemahnya optimalisasi TIK di sekolah.
Meskipun
tidak semua potret pendidikan tersebut buram, namun ini adalah
kenyataan sekaligus tantangan yang harus kita hadapi dan selesaikan
bersama untuk memenuhi amanat Bab XIII Pasal 31 Amandemen Ke-4 UUD 1945.
Untuk mengurangi kesenjangan pendidikan (educational divide)
tersebut, pemerintah, dalam hal ini Depdiknas melalui sejumlah inisiasi
dan inovasi terus menerus menggalang komitmen pendidikan nasional dan
internasional berupa: pendidikan untuk semua (education for all), pembelajaran sepanjang hayat (life long learning), dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development). Melalui ketiga komitmen tersebut diharapkan proses pembangunan masyarakat berpengetahuan (knowledge society) dan ekonomi berbasis sumber daya manusia yang kreatif (creative economy) akan berjalan baik dan lancar sesuai dengan harapan kita semua.

Berbagai produk pun telah diciptakan agar membantu para guru dalam memberikan pengajaran dengan mudah kepada para peserta didik.

Untuk
itu, dalam makalah ini akan dihimpun pendapat para ahli dan juga
sumbangan pemikiran dari penulis sebagai seorang kepala sekolah tentang
bagaimana belajar dengan teknologi menuju masyarakat berpengetahuan,
penggunaan produk teknologi dan aplikasinya dalam dunia pendidikan
kita, khususnya sekolah yang menjadi pusat sumber belajar bagi siswa.


Sebelum
penulis melakukan Pembahasan rinci tentang produk teknologi sebagai
alat bantu pengajaran serta keahlian yang diperlukan oleh guru sebagai
pengguna, maka alangkah baiknya kita memahami dulu tentang belajar
dengan menggunakan teknologi dalam rangka menuju masyarakat
berpengetahuan.

Paradigma Masyarakat Berpengetahuan

Menurut
Kepala Pustekkom Depdiknas, Ir. Lilik Gani, Phd, dalam makalahnya di
Kongres VI dan Seminar Nasional Ikatan Profesi Pendidikan Teknologi
Pendidikan (IPTPI) tanggal 28 Agustus 2008 di Kampus A UNJ Rawamangun
Jakarta Timur, ada 3 sasaran atau tujuan dari paradigma knowledge society di Indonesia. Pertama, untuk menyediakan akses Pendidikan yang seluas-luas kepada seluruh masyarakat (to provide adequate and equitable access to education for all citizens)
yang pada muaranya akan mendorong peningkatan angka partisipasi belajar
masyarakat di semua jenjang Pendidikan. Kedua, untuk meningkatkan
kualitas, daya kompetisi dan relevansi Pendidikan (to improve quality, competitiveness, and relevance of education) bagi setiap insan Indonesia di percaturan nasional maupun internasional. Ketiga, untuk meningkatkan tata kelola Pendidikan (to improve governance in education) yang akuntabel, baik secara administratif maupun edukatif.

Pembangunan
masyarakat berpengetahuan di Indonesia bukan saja menjadi komitmen
Depdiknas, namun telah menjadi komitmen semua departemen dan lembaga
pemerintah yang bersentuhan langsung kepada kesejahteraan rakyat
termasuk juga sekolah negeri yang dibiayai oleh depdiknas. Dengan
kolaborasi antar berbagai lembaga, maka diharapkan proses pencerdasan
masyarakat yang: melek dan cakap memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi serta media (ICT and media literacy skills), cakap berfikir kritis (critical thinking skills), cakap memecahkan permasalahan (problem-solving skills), cakap berkomunikasi secara efektif (effective communication skills), dan cakap bekerjasama secara kolaboratif (collaborative skills) dapat segera terwujud merata di seluruh nusantara.

Selain hal di atas, indikator lingkungan masyarakat berpengetahuan adalah sebagai berikut :

¨ Kritis, kondusif dan adaptif terhadap berbagai perubahan

¨ Siap menghadapi globalisasi (kompetisi,perubahan, profesional)

¨ Adanya Dukungan dan komitmen yang maksimal dari pemerintah dalam penerapan/pemanfaatan teknologi pada berbagai bidang/aspek guna kelancaran ,efisiensi & efektifitas berbagai urusan masyarakat

¨ Minat belajar,inovasi, kreatifitas yang tinggi & wawasan yang luas

¨ Banyaknya menghasilkan karya karya cipta kreatif & inovatif

Pandangan orang-orang bijak tentang perlunya masyarakat berpengetahuan di era global adalah;

• Kekuatan Otak (brain power) lebih berperan dari pada

Kekuatan Otot (brute power) (Anthony Robin)

• Sumber daya ekonomi tidak lagi muncul dari kekayaan alam tetapi dari kekayaan pola pikir (Jhon Schuly).

• Tidak ada negara/perusahaan yang bangkrut, yang ada hanyalah tersingkir karena tidak mampu mengikuti tuntutan perubahan (Peter Drucker).

• Know more (mengetahui lebih banyak) lebih berperan

dari pada have more (mempunyai lebih banyak)-(Brian Tracy).


Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan Indonesia

Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai salah satu produk teknologi
Pendidikan yang mendominasi dunia pendidikan saat ini berpotensi kuat
untuk: (1) memperluas kesempatan belajar bagi masyarakat, (2)
meningkatkan efisiensi di dalam proses pembelajaran, (3) meningkatkan
kualitas belajar peserta didik, (4) meningkatkan kualitas mengajar para
pendidik, (5) memfasilitasi pembentukan keterampilan siswa dan
pendidik, (6) mendorong masyarakat untuk belajar sepanjang
hayat/berkelanjutan, (7) meningkatkan perencanaan kebijakan dan
manajemen yang strategis, dan (8) mengurangi kesenjangan digital
masyarakat.
Pustekkom
(Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi) sebagai penyelenggara TIK
Depdiknas telah menghadirkan serta menyelenggarakan beberapa alternatif
teknologi Pendidikan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi yang
senantiasa mengikuti arus utama perkembangan industri konten kreatif.
Industri konten kreatif merupakan industri-industri yang
berangkat dari kreativitas individual, keterampilan dan bakat yang
memiliki potensi untuk menciptakan pekerjaan dan kekayaan melalui
produksi dan eksploitasi. Dari 14 lingkup industri konten kreatif,
Pustekkom memilih lingkup: (1) Desain Grafis/Web, (2) Film dan
Video, (3) Software (CD/DVD) Interaktif, (4) Pencetakan, (5) Software
Aplikasi/Konten dan Layanan (Jejaring) Komputer, dan (6) Televisi dan
Radio sebagai lingkup teknologi Pendidikan berskala nasional yang mudah
dan murah diakses oleh masyarakat.
Pengembangan
konten kreatif untuk pembelajaran ini senantiasa melibatkan unsur Guru
sebagai pengembang materi (substansi), pakar teknologi Pendidikan
sebagai pengkaji materi, dan tim spesialis media pembelajaran Pustekkom
sebagai pengkaji media. Dengan pola pengembangan konten seperti ini
diharapkan produk-produk Pustekkom makin layak dan berterima di
masyarakat, khususnya di sekolah-sekolah dasar dan menengah.
Sebagaimana adanya tuntutan teknologi yang ramah lingkungan, teknologi
Pendidikan juga kita harapkan ramah kepada Peserta Didik, ramah kepada
Pendidik, ramah kepada orang tua Peserta Didik, dan arif kepada budaya
serta bahasa lokal. Teknologi Pendidikan (TP) yang ramah kepada Siswa
adalah teknologi yang aman, mencerdaskan dan menjamin bahwa Siswa dapat
menerima pengalaman belajar yang menyenangkan dan merangsang
kreatifitas yang tanpa batas. TP yang ramah kepada Guru dapat berwujud
infrastruktur, aplikasi dan konten yang aman dan mendorong kreativitas
Guru (Pendidik) untuk berinovasi di dalam proses pembelajaran di kelas
maupun di luar kelas, sinkronus maupun asinkronus. Sedangkan TP yang
ramah kepada orang tua Siswa adalah teknologi yang dapat mendorong
empati (kepedulian) atau peran serta aktif di dalam memantau
perkembangan prestasi belajar putra-putrinya. Adapun Teknologi
Pendidikan yang arif kepada budaya dan bahasa lokal di Indonesia yang
sangat majemuk diharapkan dapat menjadi prolog untuk menyiapkan
masyarakat agar siap menerima wawasan dan pengetahuan baru. Hanya saja
yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah bagaimanakah para
guru dapat menjadikan produk teknologi sebagai alat bantu pengajaran
serta keahlian yang diperlukan oleh guru sebagai pengguna.
Banyaknya
produk teknologi mengharuskan guru untuk belajar teknologi tersebut
melalui training-training atau pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan
oleh depdiknas. Namun pelaksanaannya masih belum menyebar dan merata
sehingga membuat para kepala sekolah melakukan terobosan dengan
melakukan pembinaan sendiri dengan biaya mandiri. Adanya pembinaan
jelas sabngat diperlukan agar para guru memahami benar tentang
pemanfaatan produk teknologi yang dipelajarinya. Sehingga setelah
pelatihan atau training para guru dapat mengembangkan sendiri dan
diharpakan juga dapat menciptakan sendiri media pembelajarannnya.

Digital Native vs Analog Native

Seperti
halnya masyarakat di negara-negara berkembang lainnya yang sangat cepat
mengadopsi dan mengadaptasi perkembangan TIK termutakhir, saat ini
secara sadar kita dapat menerima fenomena Digital Native vs Analog Native. Digital Native
adalah generasi yang sejak mereka dilahirkan sudah akrab dengan
komputer desktop/laptop pribadi, internet, kamera digital, camcorder
digital, telepon seluler, mp3 player, mp4 player, game portable, dan
gadget lainnya. Mereka adalah generasi yang pada umumnya lahir pada
tahun 1990-an yang juga merupakan dekade emas industri komputer dengan
segala infrastruktur, aplikasi dan konten yang mengikutinya. Mereka
tidak memerlukan pendidikan dan pelatihan khusus untuk dapat
mengoperasikan komputer, internet atau gadget yang dapat mereka
jangkau. Karenanya tanpa bimbingan orang dewasa (Guru atau orang tua),
maka banyak kita temukan penyalahgunaan komputer, internet dan gadget
di kalangan Siswa sehingga menjerumuskan dan menistakan diri mereka
sendiri secara moral dan etika. Itulah contoh negatif dari pemanfaatan
teknologi.
Sebaliknya Analog Native
adalah generasi yang dilahirkan pada masa teknologi informatika dan
telekomunikasi masih bekerja secara analog dan memerlukan manual untuk
mengoperasikannya. Para Guru kita umumnya lahir dan tumbuh di masa
pengiriman sepucuk surat berbilang hari atau minggu untuk sampai di
alamat tujuan. Meskipun pada masa tersebut sudah tersedia pesawat
telepon, televisi dan radio, namun karena terbatasnya sumber daya
informasi, maka informasi maupun pengetahuan yang kita terima cenderung
seragam dan searah. Meskipun demikian, nyaris tidak kita temukan
penyalahgunaan teknologi dalam peri kehidupan masyarakat Indonesia di
dekade 1970-1980-an.
Sekolah harus dapat memandang kedua generasi yang sekaligus mewakili Guru dan Siswa ini dapat dipertemukan di
dalam proses belajar-mengajar yang harmonis. Tentunya ada subjek dan
objek yang berperan secara aktif, dinamik dan interaktif di dalam ruang
belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru dan Siswa
sama-sama dituntut untuk membuat suasana belajar dan proses transfer of knowledge–nya
berjalan menyenangkan serta tidak membosankan. Oleh karena itu penataan
peran Guru & Siswa di dalam kelas yang mengintegrasikan TIK di
dalam pembelajaran perlu dipahami dan diperankan dengan sebaik-baiknya.
Dalam
konsep Pendidikan maju Abad 21 yang mengedepankan pembelajaran berbasis
elektronik (e-Learning) yang berazas paralelisme, kini peran Guru tidak
hanya sebagai sebatas pengajar, namun sekaligus harus dapat berperan
sebagai fasilitator,
kolaborator, mentor, pelatih, pengarah, dan teman belajar bagi Peserta
Didik atau siswa. Karenanya Guru dapat memberikan pilihan dan tanggung
jawab yang besar kepada Siswa untuk mengalami peristiwa belajar. Dengan
peran Guru sebagaimana dimaksud, maka peran Siswa pun mengalami perubahan, dari partisipan pasif menjadi partisipan aktif yang banyak menghasilkan dan berbagi (sharing)
pengetahuan/keterampilan serta berpartisipasi sebanyak mungkin
sebagaimana layaknya seorang pakar. Disisi lain Siswa juga dapat
belajar secara individu, sebagaimana halnya juga kolaboratif dengan
Siswa lain. Karena itu, guru juga harus dapat mengarahkan siswa untuk
tidak hanya menggunakan produk teknologi tetapi juga menciptakan produk
teknologi untuk menggantikan cara-cara yang tradisional menjadi modern.
E-Learning,
adalah salah satu produk teknologi yang potensial dalam menggantikan
cara mengajar konvensional. E-Learning bukanlah sebuah teknologi baru,
namun pada kenyataannya belum banyak diterapkan. E-learning merupakan
salah satu alternatif cara belajar-mengajar yang lebih efektif dan
efisien. Penggunaan email, web-based education, online chat, maupun
audioconference, diyakini dapat membantu proses pembelajaran jarak jauh
(distance learning).E-Learning adalah salah satu cara untuk mewujudkan proses belajar mengajar dengan dukungan teknologi

Akan
tetapi banyak muncul pertanyaan dari para pengajar, baik guru maupun
dosen, apakah pembelajaran tanpa tatap muka dapat berlangsung efektif?
Penelitian membuktikan bahwa pembelajaran tanpa tatap muka dapat
se-efektif instruksi tatap muka atau konvensional, jika menggunakan
metoda dan teknologi yang sesuai dengan tugas-tugas secara instruksi,
ada interaksi antar siswa, dan interaksi antara guru dan siswa,
termasuk para siswa memberikan masukan atau feedback kepada gurunya.
Faktor
lain yang cukup menentukan adalah tersedianya perangkat teknologi dan
infrastruktur yang memadai, serta diperlukan perencanaan dan
administrasi yang matang. Oleh karena itu, diharapkan peran serta dari
berbagai pihak dalam mengembangkan e-learning sebagai salah satu produk
berbasis teknologi.
Untuk
mendukung sistem e-Learning, maka Manajemen Sekolah, Guru dan Siswa
harus memahami 9 (sembilan) prinsip integrasi TIK dalam pembelajaran
yang terdiri atas prinsip-prinsip:
1. Aktif:memungkinkan Siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna.

2. Konstruktif:
memungkinkan Siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau
keinginantahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
3. Kolaboratif:memungkinkan
Siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama,
berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan
untuk sesama anggota kelompoknya.
4. Antusiastik: memungkinkan Siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

5. Dialogis:
memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses
sosial dan dialogis dimana Siswa memperoleh keuntungan dari proses
komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.
6. Kontekstual: memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan "problem-based atau case-based learning"

7. Reflektif:memungkinkan
Siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa
yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu
sendiri.
8. Multisensory:memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik.

9. High order thinking skills training:memungkinkan
untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem
solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga
meningkatkan "ICT & media literacy".

Teknologi Mutakhir untuk Pendidikan

Perkembangan
teknologi pendidikan semakin hari semakin memudahkan dan menyenangkan
pembelajaran di kelas maupun laboratorium. Setidaknya ada 2 teknologi
baru yang dapat kita perkenalkan, ujicoba dan implementasikan di
sekolah-sekolah yang secara infrastruktur telah siap dan memiliki SDM
yang layak.
Pertama,
aplikasi e-Learning Class yang memungkinkan seorang Guru mengelola
kelas dan proses belajar-mengajar secara mandiri dengan memanfaatkan
sebuah komputer sub-notebook yang terkoneksi intranet nirkabel dengan
beberapa laptop Siswa (di dalam kelas tertutup maupun kelas terbuka),
sekaligus terkoneksi internet dengan server konten pembelajaran di
lokal, regional, nasional, maupun global. Dengan fasilitas Pen Tool,
maka setiap Siswa dapat melihat apapun yang ditulis atau dilukis oleh
Guru dari layar monitor laptop masing-masing. Interaktifitas dengan
Siswa dapat dilakukan melalui fitur Monitor, Remote Control, Screen
Broadcast, Pen Tool, Student Demonstration, Silence, Net Movie, File
Distribution, dan sebagainya. Hal lain yang patut kita cermati pula,
bahwa suatu saat karena semua buku pelajaran teks elekronik (e-Book)
dapat tersimpan rapi di harddisk laptop Siswa, maka Siswa tidak perlu
lagi membawa buku dalam jumlah banyak dan berat di dalam backpack atau
tas sekolah-nya. Inilah sistem Mobile Learning yang sesungguhnya.
Kedua,
Digital Exploration Labs System yang terdiri atas PC, Data Logger,
Sensor, Labs Software, Experiment and Accessories, Lab Manual, dan
Design of Exploratory Lab Manual. Perangkat berikut software aplikasi
yang sanggup men-digitalisasi proses kalibrasi ini dapat dimanfaatkan
di Laboratorium IPA. Teknologi sensor-nya dapat merespon kuantitas
masukan dengan menggenerasi fungsi yang direlasikan dengan keluaran
yang biasanya berbentuk sinyal elektronis maupun optis. Sedangkan Data
Logger berfungsi sebagai perekam dan pengolah data yang dikirimkan oleh
Sensor.
Perangkat
multi sensor ini dapat dimanfaatkan untuk: mengukur voltase, arus
listrik, arus listrik lemah, temperatur, tekanan udara, tekanan gaya,
kuat cahaya, medan magnet, suara, gerakan, kelembaban, kalorimeter,
tekanan udara, konduktifitas, pH, dan beberapa pengukuran atau
kalibrasi lainnya. Semua
hasil pengukuran tersaji secara digital dan tentunya memudahkan proses
analisa terhadap beberapa percobaan. Boleh jadi ini cikal bakal Mobile
Science Laboratory yang akan melengkapi sekolah-sekolah kita di masa
mendatang.
Dari
kedua contoh teknologi pendidikan ini dapat kita bayangkan bagaimana
proses pembelajaran semakin canggih dan lebih banyak melibatkan Siswa
sebagai explorer dan Guru sebagai expert. Tinggal bagaimana kita menyikapi dan menyediakan diri untuk memanfaatkan teknologi ini dengan baik dan efektif.
Demikian
upaya kita dalam memanfaatkan teknologi Pendidikan untuk mencerdaskan
masyarakat berpengetahuan di Indonesia. Sejumlah inisiasi dan inovasi
akan terus kita lakukan sampai benar-benar tidak ada lagi kesenjangan
Pendidikan di Indonesia.

Sistem pendidikan di Indonesia membutuhkan terobosan yang berani & signifikan untuk menjawab tuntutan global. Menuju masyarakat berpengetahuan diperlukan
lingkungan pendidikan yang kondusif dan komitmen semua unsur yang
terlibat yakni ; pemerintah, institusi pendidikan (sekolah) serta
masyarakat. Peran teknologi informasi & komunikasi (ICT) menjadi
sangat signifikan dalam menciptakan sistem pendidikan yang kondusif.
Kerjasama Institusi pendidikan dengan mitra eksternal (Industri,Usaha)
merupakan suatu alternatif solusi dalam pengembangan sistem teknologi
informasi dan komunikasi terpadu di lingkungan pendidikan.
Demikian
upaya kita dalam memanfaatkan teknologi Pendidikan untuk mencerdaskan
masyarakat berpengetahuan di Indonesia. Sejumlah inisiasi dan inovasi
akan terus kita lakukan sampai benar-benar tidak ada lagi kesenjangan
Pendidikan di Indonesia.

BELAJAR DENGAN TEKNOLOGI MENUJU MASYARAKAT BERPENGETAHUAN

PENERAPAN E- LEARNING DALAM PEMBELAJARAN

PENERAPAN E- LEARNING DALAM PEMBELAJARAN

Kemajuan suatu bangsa salah satu indikatornya, dapat dilihat dari perkembangan
dunia pendidikan pada bangsa tersebut. Kemajuan pendidikan juga menggambarkan
tingkat tingginya kebudayaan suatu bangsa. Kemajuan sektor pendidikan akan
berpengaruh cukup signifikan terhadap kemajuan suatu bangsa, khususnya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya kemajuan suatu bangsa
berpengaruh yang cukup signifikan pula terhadap sektor pendidikannya.

Sekarang bagaimana halnya dengan perkembangan kemajuan pendidikan di negara kita.
Kalau kita amati secara kasustik perkembangan pendidikan di negara kita
sebenarnya cukup menggembirakan, seperti telah diraihnya prestasi juara I
Olympiade Fisika Internasional beberapa kali oleh putera - puteri Indonesia.
Hanya saja prestasi ataupun tingkat kemajuan pendidikan di negara kita justru
menggambarkan hal yang sebaliknya. Ini terungkap dari hasil penelitian yang oleh
lembaga-lembaga internasional yang berkompeten mengadakan penelitian di bidang
pendidikan. Bahkan kita berada jauh di bawah Malaysia, dan Singapura, dan yang
sangat mengagetkan kita justru berada di bawah Vietnam.

Terlepas dari kriteria - kriteria yang dijadikan acuan dari penelitian tersebut,
yang jelas dari hasil penelitian itu, sudah menggambarkan kondisi pendidikan di
negara kita saat ini. Hal ini tentunya akan menjadi pemicu bagi kita semua yang
kerkecimpung dalam dunia pendidikan untuk lebih meningkatkan kinerja dan inovasi
-inovasi dalam dunia pendidikan .

Salah satu inovasi yang perlu dilakukan menurut penulis adalah model dari
pelaksanaan pembelajaran. Hal ini perlu dilakukan sebab dalam kegiatan
pembelajaran inilah transfer berbagai kompetensi berlangsung.

Sesuai dengan kondisi saat ini dimana perkembangan teknologi sangat pesat,
khususnya di bidang teknologi informasi. Jadi sudah merupakan keharusan untuk
memanfaatkan teknologi informasi tersebut ke dalam dunia pendidikan khususnya di
Sekolah Dasar.

Artikel ini sengaja ditulis untuk memberikan masukan dan sumbang saran agar
model pembelajaran di Sekolah Dasar terjadi perubahan ke arah peningkatan yang
lebih signifikan dibandingkan kondisi yang ada saat ini. Menurut penulis
eksistensi pembelajaran yang ada di sekolah dasar saat ini pada umumnya masih
teacher sentris, dan belum memanfaatkan media pembelajaran secara optimal,
khususnya belum memanfaatkan media teknologi informasi, khususnya internet.

Dasar Pemikiran Strategi Penerapan E-Learning dalam Pembelajaran:

a. Tinjauan Kondisi Pembelajaran di Sekolah Dasar Saat ini.

E. Mulyasa, 2005 menyatakan bahwa guru, kreatif, profesional, dan menyenangkan
harus memiliki berbagai konsep dan cara untuk mendongkrak kualitas pembelajaran.
Langkah untuk mendongkarak kualitas pembelajaran antara lain dengan
mengembangkan kecerdasan emosi, mengembangkan kreatifitas

dalam pembelajaran, mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang,
membangkitkan nafsu belajar, memecahkan masalah, mendayagunakan sumber belajar,
dan melibatkan masyarakat dalam pembelajaran.

Sesuai dengan pendapat di atas ada satu hal yang menarik perhatian penulis yaitu
mendayagunakan sumber belajar. Disini sesuai benar dengan harapan penulis bahwa
sumber belajar untuk kegiatan pembelajaran harus lebih variatif, hal ini untuk
meningkatkan kualitas dari mutu pembelajaran itu sendiri. Salah satu sumber
belajar yang sangat sedikit disentuh adalah sumber belajar yang memanfaatkan
media elektronika atau komputer. Hal ini tidak terlepas dari minimnya penguasaan
guru-guru di Sekolah Dasar terhadap media ini, disebabkan pula kerena adanya
beberapa sekolah di tanah air kita yang belum memliliki alat tersebut dengan
berbagai alasan, tidak ada dana, tidak ada tenaga yang mampu mengoperasikan dan
lain-lain. Sebagai akibatnya kegiatan pembelajaran berlangsung dengan
memanfaatkan sumber belajar yang itu- itu saja, yaitu guru dan buku. Sebagai
akibat dari kondisi ini siswa akan belajar dengan situasi yang monoton dari hari
ke hari.

Dan sudah umum yang terjadi di lapangan saat ini yaitu bahwa pembelajaran
terjadi dengan dominansi dari guru. Artinya pembelajaran berlangsung dengan
peranan guru yang sangat dominan, dan umumnya metode yang sering digunakan
adalah metode ceramah. Dengan kondisi seperti ini pembelajaran berlangsung
secara teacher centrys.

b. Kondisi Pembelajaran yang Berkualitas

Istilah pembelajaran sendiri, mengacu pada segala daya dan upaya yang sengaja
dikondisikan untuk terjadinya proses belajar pada diri siswa. Sedangkan istilah
belajar sendiri memeliki pengertian, suatu proses fisik dan psikis pada diri
siswa. Dimana seseorang yang menagalami peristiwa belajar akan berbeda
keadaannya dengan kondisi sebelum dia mengalami belajar, seperti dia akan
semakin memiliki banyak pengetahuan ( kognitif ), memiliki sikap yang semakin
dewasa ( afektif ), dan memiki beberapa keterampilan gerak, yang juga semakin
bertambah ( psikomotor ).

Oemar Hamalik, 2001 menyatakan bahwa Belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Di dalam interaksi
inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. Sedangkan William Burton,
mengemukakan bahwa A good learning situation consist of a rich and varied series
of learning experiences unified around a vigorrous purpose and carried on in
interaction with a rich, varied and propocative environment.

Sudjana, 1991 menyatakan bahwa kondisi pembelajaran yang berkualitas dipengaruhi
oleh faktor-faktor : Tujuan pengajaran yang jelas, bahan pengajaran yang
memadahi, metodelogi pengajaran yang tepat, dan cara penilaian yang baik. Bahan
pengajaran adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas fakta, konsep,
prinsip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber dari kurikulum. Saat
ini hal-hal tersebut akan merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh
siswa.

Di dalam metodelogi pengajaran ada dua aspek yang paling menunjol yaitu metode
mengajar dan media pengajaran, sebagai alat bantu mengajar, dimana media
pengajaran ini merupakan salah satu lingkungan belajar yang dikonsikan oleh
guru.

Salah satu ciri dari pelaksanaan pembelajaran yang berkualitas adalah
dimanfaatkannya media pembelajaran, dalam proses pembelajaran. Di zaman yang
serba canggih seperti kondisi saat ini dimana teknologi berkembang sedemikian
pesatnya, komputer sudah bukan merupakan barang yang langka dan mewah. Dengan
adanya media komputer sebagai pengolah informasi sudah selayaknyalah apabila di
tiap- tiap sekolah dasar minimal memiliki satu unit komputer. Baik komputer
sebagai sarana pengolah administrsi sekolah, dan akan lebih baik lagi apabila
komputer dapat berfungsi sebagai media pembelajaran bagi siswa.

c. Tinjauan tentang E- Learning

Istilah E - learning tergolong hal baru dan hal aktual dalam khasanah
perkekembangan Ilmu pengetahuan. Istilah ini muncul seiring dengan perkembangan
kemajuan dunia elektronika yang berkembang saat ini. Artinya mencari literatur
yang membahas tentang e - learning ini untuk saat ini tergolong sulit.

Dalam hal ini penulis berupaya menganalis e - learning dari susunan kata - kata
e-learning itu sendiri. Istilah e-learning muncul seiring dengan dimanfaatkannya
alat- alat elektronika dalam kehidupan manusia, terutama teknologi yang
berbasiskan komputer sebagai alat pengolah data dan informasi. Dan terlebih lagi
dengan dimanfaatkan atau munculnya internet dalam kehidupan manusia. Istilah
e-learning muncul seiring dengan munculnya istilah e-e yang lain, seperti: E-Goverment
( strategi pembangunan dan pengembangan sistem pelayanan publik berbasis
teknologi digital), E-Tendering, dan lain-lain.

Istilah E-Learning sebenarnya merupakan frase yang tersusun dari dua kata yaitu
kata Electronic disingkat E, dan kata Learning yang dalam bahasa Indonesia
berarti pembelajaran. Dengan demikian e-learning memiliki pengertian "
Pembelajaran dengan memakai atau memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi
".

Perkembangan teknologi komonikasi saat ini semakin canggih. Kalau pada awalnaya
jaringan sarana komonikasi masih memanfaatkan kabel, maka saat ini jaringan
komunikasi sudah memanfaatkan gelombang elektromagnetik atau gelombang radio
yang tanpa kabel. Saat ini kebanyakan orang sudah memanfaatkan informasi dengan
memanfaatkan jaringan data pada komputer dengan cara mengadakan koneksi ke
komputer lain, hal ini dikenal dengan istilah internet. Dengan adanya jaringan
internet ini seseorang dapat mengakses data apa saja dengan melakukan browsing
ke berbegai penyelia data ( server ) di berbegai belahan bumi ini. Artinya
dengan adanya internet ini masalah ruang tidak menjadi halangan. Sebagai misal
kita dapat mengakses data dari berbagai tempat di Amerika dengan memanfaatkan
layanan Yahoo, hanya dalam hitungan detik, berbagai data berhasil kita akses.

Data-data tersebut sebenarnya dapat kita manfaatkan sebagai materi pembelajaran
( learning ) di sekolah dasar. Tentunya dalam hal ini diperlukan suatu
keterampilan khusus, yang pertama keterampilan memanfaatkan atau mengoperasikan
komputer, dan yang terutama penguasaan dalam menggunakan fasilitas internet.
Disini dibutuhkan guru yang terampil, yang pertama terampil mengeperasikan
komputer, dan yang selanjutnya harus terampil pula memanfaatkan internet. Jika
hal ini terpenuhi maka teknologi komunikasi dan informasi yang ada pada internet
dapat digunakan dalam pembelajaran.

d. Upaya Memanfaatkan E-learning untuk Meningkatkan kualitas Pembelajaran di
Sekolah Dasar

Tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi sekolah-sekolah dasar di negara kita
sangat beragam. Hal ini tidak terlepas dari faktor giografis dan topografis di
negara kita yang beragam pula. Ditambah pula adanya faktor kultural yang ada
pada berbagai suku juga beragam.

Terlepas dari hal diatas telah kita ketahui bersama bahwa keberadaan seperangkat
komputer pada suatu sekolah sampai saat ini secara garis besar masih cukup
jarang, artinya sekolah yang memiliki fasilitas komputer dengan sekolah yang
belum memiliki fasilitas komputer masih banyak yang belum memiliki fasilitas
komputer. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, yaitu (1) faktor dana, artinya
sekolah tidak cukup dana untuk membeli seperangkat komputer, (2) faktor
kemampuan penguasaan teknologi, maksudnya masih banyak guru di sekolah dasar
belum mampu mengoperasikan komputer ( GAPTEK = Gagap Teknologi ), (3) Faktor
lain, misalnya faktor keamanan. Sekolah yang tidak aman enggan untuk membeli
komputer.

Penulisan artikel ini mengacu pada sekolah-sekolah yang telah memiliki dan
memanfaatkan komputer. Syarat sebuah komputer agar dapat dimanfaatkan sebagai
media pembelajaran yang memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi, adalah
komputer tersebut harus dapat dikoneksikan ke internet. Tidak semua komputer
dapat dikoneksikan ke internet. Sebagai mana yang dijelaskan Mico Pardosi 2000,
komputer akan dapat dikoneksikan ke internet apabila memiliki persaratan berikut:

1) Komputer tersebut harus dilengkapi dengan modem, baik modem internal maupun
modem eksternal.

2) Komputer dengan prosessor Pentium 100 Mhz (minimal), lebih tinggi lebih baik.

3) Memiliki jaringan telepon, atau wareless .

4) Meng- install program Internet ( browser) ke dalam komputer, misalnya
Internet Explorer.

5) Mendaftarkan diri ke ISP ( Perusahaan Penyelia Jasa Internet) yang ada,
misalnya RADNET, INDONET, MEGANET, atau TELKOMNET ).

Fasilitas internet dapat dimanfaatkan sebagai media dalam pembelajaran atau e-
learning yaitu dengan memanfaatkan menu search, yaitu:

1) Hubungkan komputer ke ISP

2) Setelah komputer terhubung ke ISP, klik ganda Internet Explorer,

3) Klik menu search,

4) Ketik web atau data yang akan dicari pada kotak yang tersedia misalnya kata"
habitat " , maka kita akan kita dapatkan data -data yang berhubungan dengan
habitat. Demikian pula apabila kita mengetikkan kata-kata yang lain tentu kita
akan memperoleh data -data yang kita inginkan.

Disinilah letak essensialnya internet sebagai teknologi komonikasi dan informasi
yang dapat dimanfaatkan dalam dunia pembelajaran, atau E-learning.

Dengan kecanggihan internet, apabila dapat dimanfaatkan dengan tepat, maka akan
menjadi sumber belajar yang sangat lengkap, ibarat sebuah perpustakaan yang
menyediakan berbagai referensi.

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari uraian di atas adalah:

1) Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan dengan pemanfaatan E-learning (
Pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam pembelajaran ).

2) E- learning merupakan merupakan inovasi yang sangat tepat untuk dikembangkan
di sekolah dasar saat ini sesuai dengan perkembangan teknologi yang sedemikian
pesat, demikian pula dengan perkembangan informasi yang tak kalah pesatnya.

PENERAPAN E- LEARNING DALAM PEMBELAJARAN

KEAJAIBAN SIKLUS MATAHARI

KEAJAIBAN SIKLUS MATAHARI

MATAHARI dalam perjalanan evolusinya sebagai sebuah bintang menunjukkan sifat-sifat dinamis, baik di lapisan luar (fotosfer, kromosfer, korona) maupun lapisan dalam. Salah satu keajaiban perilaku evolusi matahari adalah fenomena siklus aktivitas 11 tahun.

Siklus merupakan perulangan peristiwa yang biasa terjadi di alam. Siang berganti malam, akibat rotasi bumi pada porosnya. Musim silih berganti akibat kemiringan poros rotasi bumi terhadap bidang orbitnya mengitari matahari (ekuator bumi membentuk sudut 23,5 derajat terhadap bidang ekliptika). Dan matahari ternyata juga memiliki siklus aktivitas.

Berbagai perioda siklus matahari telah diidentifikasi, baik dalam jangka puluhan maupun ratusan tahun. Salah satu yang mudah diamati adalah siklus aktivitas 11 tahun. Fenomena ini bahkan sudah diketahui oleh para pengamat matahari sejak abad ke-17, mengingat metoda yang digunakan sangatlah sederhana, yaitu menghitung jumlah bintik secara rutin setiap hari.

Adalah seorang Galileo Galilei yang membuat terobosan besar dalam sejarah pengamatan astronomi. Setelah merampungkan teleskop buatan sendiri tahun 1610, salah satu benda langit yang menjadi sasaran adalah matahari. Ia takjub lantaran permukaan matahari dihiasi bintik-bintik hitam secara acak dan berkelompok. Bila diamati dari hari ke hari ternyata jumlah bintik dalam suatu kelompok berubah, demikian pula jumlah kelompok bintik secara keseluruhan.

Sayangnya, Galileo tidak melakukan observasi setiap hari dalam kurun waktu panjang. Karena itu ia bukanlah penemu salah satu misteri akbar yang menjadi bagian dari evolusi Matahari, yaitu pemunculan bintik mengikuti suatu pola tertentu atau siklus. Entah secara kebetulan, dalam kurun waktu tahun 1645 - 1715, pemunculan bintik sangat sedikit. Rentang waktu matahari dalam kondisi 'tidak aktif' ini disebut sebagai Mauder Minimum. Hal ini pula yang mungkin menyebabkan fenomena siklus aktivitas matahari tidak diketahui sebelum tahun 1715.

Satu hal yang menarik, aktivitas matahari minimum itu ternyata menyebabkan suhu seluruh muka bumi sangat dingin sepanjang tahun. Sungai di kawasan lintang rendah yang biasanya tidak membeku pun jadi beku, dan salju menutupi di berbagai belahan dunia. Tak berlebihan bila masa itu disebut Little Ice Age. Ada bukti-bukti abad es ini pernah terjadi jauh di masa lampau. Akankah bumi mengalami abad es kembali di masa yang akan datang? Pemahaman perilaku siklus matahari diharapkan dapat menjawab teka-teki ini.

Siklus Matahari

Pengamatan matahari secara sistematis mulai dilakukan di Observatorium Zurich tahun 1749, atau lebih dari seabad setelah pengamatan Galileo. Selama berpuluh-puluh tahun observatorium ini menjadi pelopor dalam pengamatan Matahari. Dari ketekunan dan jerih payah selama puluhan tahun ini, akhirnya terungkap pemunculan bintik mengikuti suatu siklus dengan perioda sekira 11 tahun.

Meski fenomena itu sudah diketahui ratusan tahun silam, perilaku atau sifat-sifat siklus aktivitas matahari 11 tahun masih merupakan topik penelitian yang relevan dilakukan oleh para peneliti pada saat ini. Entah dalam upaya untuk memahami fisika matahari maupun mengaji pengaruhnya bagi lingkungan tata surya. Khususnya, pengaruh aktivitas itu terhadap lingkungan bumi, yang lebih pupuler dengan sebutan cuaca antariksa (space weather).

Satu abad kemudian, yaitu tahun 1849, observatorium lainnya (Royal Greenwich Observatory, Inggris) memulai pengamatan Matahari secara rutin. Dengan demikian, data dari kedua observatorium tersebut saling melengkapi. Ada kalanya sebuah observatorium tidak mungkin melakukan pengamatan karena kondisi cuaca ataupun teleskop dalam perawatan.

Siklus 11 tahun aktivitas matahari merupakan suatu keajaiban alam. Bagaimana sebenarnya proses pembangkitan siklus 11 tahun itu, hingga kini masih menjadi topik penelitian menarik bagi para ahli. Dari berbagai studi yang telah dilakukan, terungkap pembangkitan siklus itu berkaitan dengan proses internal matahari. Terjadi pada suatu lapisan di bawah fotosfer yang disebut lapisan konvektif.

Lapisan konvektif mempunyai ketebalan sekira 30 dari jari-jari matahari. Namun, lapisan ini memunyai peranan penting dalam proses penjalaran energi yang dibangkitkan oleh inti matahari sebelum dipancarkan keluar dari fotosfer. Di antara inti dan lapisan konvektif terdapat lapisan radiatif.

Satu-satunya teori yang bisa menjelaskan fenomena siklus 11 tahun secara tepat adalah teori "Dinamo Matahari" (Solar Dynamo). Seorang pakar bidang ini, Prof. Hirokazu Yoshimura dari Departemen Astronomi, Universitas Tokyo, telah melakukan studi intensif proses dinamo matahari melalui simulasi 3D menggunakan komputer. Begitu ketatnya menjaga kerahasiaan penelitian yang tengah dilakukan, laboratorium tempat ia bekerja senantiasa tertutup rapat. Salah seorang staf Matahari Watukosek-LAPAN, Maspul Aini Kambry, boleh jadi satu-satunya orang Indonesia yang sering berdiskusi di dalam laboratoriumnya ketika ia mengambil program doktor.

Melalui kerja sama penelitian, mereka berhasil membuktikan adanya siklus 55 tahun (55 years grand cycle) berdasarkan hasil simulasi dinamo matahari, yang dikonfirmasi melalui analisis observasi bintik menggunakan data dari National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ). Penemuan yang dituangkan dalam tesis doktor M.A. Kambry, sempat diekspos salah satu koran terkemuka Jepang, Yomiuri Shimbun, setelah dipresentasikan dalam suatu simposium astronomi (tenmon gakkai) di Jepang, 13 tahun silam

KEAJAIBAN SIKLUS MATAHARI

STRATEGI DESAIN WEB SUKSES

Strategi Desain Web Sukses

Para pakar design mengatakan “Webdesign isn’t art”. Kenapa demikian? Karena hasil karya tersebut merupakan kompilasi dari berbagai hasil keahlian dan perpaduan gambar serta layout. Kesatuan semua elemen tersebut tidak hanya menghasilkan sebuah estetika yang menyenangkan tetapi juga dapat menjalin sebuah komunikasi interaktif dan juga adanya fasilitas kemudahan untuk mengakses isi web tersebut.

Nah inilah saatnya para webdesigner membutuhkan “Strategi”. Sebuah strategi dimana kita harus bisa menggabungkan cita-cita atau harapan sebuah organisasi ke dalam sebuah design.

Sebuah design yang cerdas dan folus tidak hanya kelihatan fantastic atau ngetrend. Tetapi perlu dipikirkan focus dari tujuan web tersebut dibuat. Contohnya : Sebuah web jualan computer atau komunitas game pasti akan dibanjiri file-file image terlihat lebih bagus. Sebuah blog yang berisi opini/pengalaman pribadi tidak harus dengan design yang wahh..bisa jadi cukup dibuat dengan simple dengan warna yang sedikit asalkan unik, ringan dan mudah dalam menjelajah dan mengomentari blognya.

Implementasi Design Webmaster

Kita dapat menggunakan 6 langkah dibawah ini sebagai bagian dari strategi dalam sebuah design web

1. Menetapkan Tujuan Sebuah Web

Salah satu yang harus dipastikn ketika akan mengerjalan sebuah pekerjaan webdesain adalah tujuan akhir dari sang pemilik web. Apakah yang ingin dicapai ketika menginginkan sebuah web baru atau redesain web? Apa yang menjadi tjuan utama dari web tersebut. JIka ternyata client anda belum tahu tentang hal tersebut. Maka anda harus duduk bersama dan berdiskusi untuk menetapkan makna dari design web yang telah dibuat.

Ingatlah! Bahwa website bukanlah bagian dari sebuah seni, tetapi merupakan tampilan yang menampung berbagai fungsi dari sebuah server. Fungsi yang dimaksud bisa berarti : menjual produk, berita, hiburan, olahraga, diary, komunitas dsb. Khusus untuk pekerjaan desain ulang (redesign), tanyakan kenapa dilakukan? Sekedar wajah baru, menaikkan jumlah pengunjung, mengundang partisipasi user, menaikkan jumlah user yang melakukan register.

2. 2. Identifikasi target audience yang melihat

Siapa yang disasar sebagai calon pengunjung sangat berpengaruh kepada tampilan dan fungsi sebuah web. Ada beberapa aspek desain yang akan mempengaruhi design web tersebut, seperti umur, kelamin, profesi dan kompetensi. Sebagai contoh, website yang berisi game untuk kaum muda sangat membutuhkan desain yang “wah” dengan aturan yang lebih detail mengingat audiencenya merupakan user cerdas.

3. 3. Menentukan Brand dari sebuah web

Banyak sekali webdesigner memakai jalan pintas untuk mencari inspirasi yang didasarkan pada tren desain yang ada. Tombol glossy, gradient dan efek refleksi bisa jadi sangat cocok untuk beberpa web. Tetapi bisa jadi tidak cocok dengan Brand yang sedang diusung.

Memikirkan warna, perasaan yang akan disampaikan semestinya harus memberikan kekuatan untuk Brand web tersebut.


Web Carbonica diatas bermaksud mengajak mengurangi emisi karbon. Cantik sekali, designer menggunakan gambar dan texture kertas hasil recycle. Warna juga diambil dari warna bumi yang hijau dan coklat.

Design restaurantica bertujuan agar pengunjung serasa didalam restaurant dengan segal pernak-perniknya

4. 4. Tujuan Akhir Desain

Anda sudah mengetahui kegunaan web,membuat target, identifikasi calon user dan menetapkan brand. Pertanyaanya adalah ; Bagaimana mmembuat desain yang selaras dengan strategi anda?? Mudahnya lihat contoh berikut ini :

- Tujuan utama saya adalah menarik user untuk mendaftar (subscriber) ke dalam web yang kita desain. Maka setidaknya ada 3 langkah untuk mendukung target tersebut :

1. Persingkat text atau keterangan. Jangan gunakan bahasa terlalu detail sehingga membingungkan pengunjung

2. Perjelas tombol atau kolom ‘pendaftaran’ dengan warna atau gambar khusus sehingga mudah untuk ditemukan

3. Persingkat item-item registrasi. Calon pendaftar hanya mengisi yang penting-penting saja. Untuk formulir lebih detail bisa dilakukan ketika sudah mendaftar di lain waktu.

Bagaimana cara menerapkan design strategi untuk brand dan audience?? Jika website tersebut focus di ‘entertainment’ maka buatlah design yang ‘experience’. Bebas menggunakan banyak warna dan gambar untuk menajamkan design. Jika web yang dibuat focus kepada penyampaian informasi misalnya blog, atau majalah. Maka buatlah dengan efisien dan menarik. Navigasinya jelas dan tidak membingungkan.

Stubmatic (Layanan tiket online) mengutamakan gambar sebagai penjelasan. Halaman sign-up ada di semua halaman.

TechCrunch (blog technologi) dengan setting ideal

5. 5. Tool Analysis Target

Web sudah jadi dan bisa dinikmati. Ini saatnya nuntuk melihat atau mengukur target kesuksesan. Jika anda menginginkan user pendaftar sebanyak-banyaknya, maka lihatlah perubahan ketika design dirubah. Jika itu sebuah blog, silahkan cek di RSS statistiknya. Jika ingin mengetahui kadar interaksi dengan pengunjung, lihatlah berapa banyak posting komentar atau posting feedback yang dibuat.

Anda bisa menggunakan Google Analytics untuk membantu anda untuk menganalisis kesusksesan sebuah web.

6. 6. Kaizen

Sebuah filosofi dari Jepang, yaitu kai artinya perubahan dan zen artinya baik. Continuous Improvement adalah inti dari Kaizen. Ketika bekerja dalam dunia web, kita harus berpikir bahwa yang sudah terpublish tidak ada versi finalnya. Kita akan selalu melakukan perbaikan terus-menerus sampai sempurna. Ide perbaikan bisa dari kita sendiri dan bisa juga menjaring masukan dari pengunjung.

Strategi Desain Web Sukses

Eco Calculator

Find Location

Shout

Shout!

World Clock

Yinni Edu-Tech Girl

Yahoo! Avatars

My Blog List

Followers


Labels

Pools